APAKAH ANDA SEDANG BERSIAP KETIKA GENAP HARINYA?

APAKAH ANDA SEDANG BERSIAP
KETIKA GENAP HARINYA?
Kejadian 7:10-16; Matius 24:37-39
Karena iman, maka Nuh — dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan — dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.  Ibrani 11:7
Beberapa waktu ini Indonesia dihempaskan berkali-kali oleh musibah berskala nasional.  Mulai dari bencana banjir bandang di Wasior, Papua; musibah banjir di Jakarta, gempa dan tsunami di Mentawai; hingga letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah.  Tak pelak bahwa korban mengalami banyak kerugian, kedukaan dan trauma yang tidak kecil.
Menyikapi akan apa yang terjadi pada akhir-akhir ini, timbul sejumlah pertanyaan dalam hati banyak orang: Apakah dunia akan segera berakhir?  Apa yang harus kita lakukan sebagai anak-anak manusia?  Apakah kita sedang bersiap ketika genap hari-Nya?
Kisah Nabi Nuh adalah gambaran apa yang terjadi dan akan terjadi pada kehidupan manusia di muka bumi ini.  Anak-anak manusia sibuk untuk makan dan minum, kawin dan mengawinkan,menanam dan membangun, membeli dan menjual, berkarier, mengejar nafsu, impian dan ambisi hidupnya.  Manusia di jaman Nuh hidup berdasarkan apa yang disukai dan diinginkan semata tanpa memperdulikan apa yang menjadi panggilan dan kehendak Tuhan.
Singkat cerita, manusia yang berkubang dalam dosa dan tidak hendak bertobat harus menghadapi hari Tuhan; hari di mana Tuhan menyatakan akhir dari segalanya di dunia.  Bencana air bah terjadi bukan tanpa peringatan, tetapi Tuhan sudah mengingatkan lewat Nabi Nuh yang memberitakan Injil (I Petrus 3:19-20; II Petrus 2:5).  Nuh berhasil membawa 8 orang percaya hari Tuhan dan semua keluarganya itu diselamatkan.  Orang-orang yang lain menganggap aneh, tidak masuk akal dan tidak percaya kepada pemberitaan Injil oleh Nabi Nuh harus menghadapi kebinasaan kekal.
Hari Tuhan akan datang pada waktu-Nya, persis tak terduga seperti jaman Nuh maupun jaman Lot di Sodom dan Gomora.  Hari Tuhan akan datang bukan menyapu sebagian bumi, tetapi mengakhiri seluruh hidup umat manusia (kiamat).  Orang yang percaya sungguh-sungguh dan mengikut Isa Almasih terhitung masuk di dalam bahtera keselamatan (Yohanes 3:16).
Kemarin saya baru saja menerima kiriman sebuah  foto via hand phone bergambar sesosok mayat korban merapi hangus terkena awan panas 600 Celcius.  Posisi orang ini sedang bersujud, dan besar kemungkinan adalah jenazah dari Mbah Marijan.  Membaca berbagai ulasan media massa tentang hidupnya, saya sedih dan prihatin terhadap sosok kakek yang baik, berjasa besar dan bertanggung jawab terhadap tugasnya di Gunung Merapi.
Terbersit dalam pikiran saya, “Apakah kakek dan banyak korban lainnya sudah  menerima Isa Almasih di dalam hidup mereka?”  “Berapa diantara mereka yang menjumpai ajalnya akan masuk surga?”  Pertanyaan ini memang sulit diukur saat ini, tetapi setidaknya menjadi refleksi buat kita semua selagi kita berdoa dan berpartisipasi dalam membantu bencana di Indonesia ini.
Apakah kita sudah sungguh-sungguh percaya Tuhan Yesus Kristus sebagai Isa Almasih yang menjadi Juruselamat kita (Yohanes 14:6)?  Apakah kita sudah membawa keluarga dan orang-orang yang kita kasihi mendengar dan mengenal Tuhan Yesus Kristus?  Apakah kita sedang mengerjakan kehendak Tuhan dan menjawab panggilan-Nya?  Apakah kita sedang bersiap ketika genap hari-Nya?
Melalui peristiwa akhir-akhir ini, harusnya menyadarkan kita untuk tidak tinggal diam, apalagi berpangku tangan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.  Kita dipanggil untuk menyatakan kasih Kristus  kepada orang lain lewat perbuatan yang nyata.  Kita dipanggil untuk mengerjakan bagian kita sebagai orang-orang yang mengenal kasih karunia Allah, baik lewat Gereja maupun lembaga kemanusiaan yang dapat dipercaya.  Lewat hal ini kita diingatkan akan makna ada kehidupan setelah kematian.  Seperti ada tertulis, “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang… Sebab itu hendaknya kamu juga siap sedia” (Matius 24:42b; 44a).
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

DILEMA ABARAHAM: DILEMA ANDA & SAYA

DILEMA ABRAHAM:
DILEMA ANDA DAN SAYA
Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.”
Kejadian 22:14
Mendapatkan sebuah kepastian atas jalan keluar permasalahan jauh lebih diinginkan oleh setiap orang dari pada selusin janji mengenai kekuatan dalam menghadapi permasalahan.  Terkadang hal ini menimbulkan frustasi bagi orang yang hidup dalam ketidakpastian akan masa depannya.  Apalagi bila janji itu mengarahkan pada tindakan yang berlawanan sama sekali dengan akal sehat.
Inilah yang kurang lebih dialami oleh Abraham ketika menghadapi masalah dengan keinginannya sendiri.  Suatu masalah besar bagi orang yang serba berkelimpahan tetapi tidak mempunyai anak sebagai ahli waris atau kebanggan keturunan di kemudian hari.
Abraham ingin sekali mempunyai anak.  Ia memohon dengan sangat dan sungguh dan tekun pula untuk mendapatkan anak yang diinginkannya.  Mulanya ia mendapatkan hanya janji setelah berdoa hingga umur 75 tahun..!  Kemudian Ia harus menunggu lagi selama 25 tahun…! Hanya untuk mendapatkan seorang anak laki-laki.
Setelah semua ini tergenapi; lebih heran lagi adalah Tuhan memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya yang satu-satunya itu agar dipersembahkan bagi Allah.  Tidak masuk akal; sepertinya hanya janji kosong belaka yang dinyatakan Tuhan hampir 40 tahun yang lalu.
Di sinilah sebenarnya Tuhan menguji hati Abraham.  Apakah ia mengasihi Tuhan sepenuhnya dan mengandalkan-Nya dalam segala hal yang terjadi dalam hidup Abraham.  Abraham berhasil percaya dan taat.  Ia mendapatkan apa yang sesungguhnya dijanjikan kepada Abraham sebagai bagian untuk menggenapkan rencana Allah melalui Abraham dan mengalir terus menjadi berkat bagi seluruh dunia.
Bagaimana dengan kita saat ini?  Adakah kita sedang dalam permasalahan yang berat?  Ketidakpastian telah membawa banyak manusia; termasuk orang-orang Kristen dalam keadaan frustasi; tertekan bahkan depresi karena keletihan bertahan dalam dilema yang berat.  Berbuat terus apa yang diyakini benar dan melepaskan karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk bertahan.  Tidak mudah; sungguh tidak mudah berada dalam dilema buah simalakama.  Makan; bapa mati.  Tidak makan; ibu mati. 
Sekarang yang menjadi langkah bukan lagi memperoleh janji; sebab Tuhan telah memberikan janji-Nya.  Saat ini adalah bagaimana mengambil keputusan disertai dengan ketahanan yang kuat untuk tetap bertindak dengan iman.  Taat bukan berarti diam dan membiarkan mujizat terjadi dengan sendirinya.  Taat juga bukan berarti kita tidak mengambil bagian apa-apa dan keadaan tiba-tiba membaik.  Taat adalah tindakan iman untuk berbuat berdasarkan pertimbangan terbaik.  Taat adalah percaya janji Allah akan memelihara orang-orang yang mengasihi Tuhan dengan sepenuhnya.  Dilema tinggal dilema, jikalau tidak diambil keputusan bertindak dan menerima segala konsekuensi keputusan sendiri.  Kiranya Tuhan menolong kita.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

DIPERMALUKAN

DIPERMALUKAN
Mazmur 25:20
Jagalah kiranya jiwaku dan lepaskanlah aku;
janganlah aku mendapat malu, sebab aku berlindung pada-Mu.
Siapa sih yang senang dipermalukan?  Sebagian orang lebih senang mempermalukan orang lain dari pada berada dalam keadaan dipermalukan.  Semua orang ingin dihargai, diakui dan dihormati dengan baik.
Ada berbagai macam reaksi orang yang merasa dipermalukan: mulai dari tersinggung dengan berdiam diri, marah dan membalas dengan kata-kata kasar hingga menghabisi nyawa orang lain lantaran merasa harga diri diinjak-injak.
Kata: “malu” memiliki arti berada dalam keadaan tidak diakui, tidak dihormati, perasaan kehilangan reputasi dan kehilangan kesukaan.  Kamus Besar Bahasa Indonesia  Edisi 2 (Balai Pustaka: 1996)  menuliskan definisi malu sebagai: perasaan sangat tidak enak hati/hina/rendah karena berbuat sesuatu yang kurang baik; segan melakukan sesuatu karena rasa hormat/takut dan keadaan kurang senang.
Daud dalam mazmurnya memohon Tuhan untuk menolong memimpin, membimbing dan melindunginya dari rasa dipermalukan oleh musuh.  Pengertian musuh dapat berarti orang-orang yang mencoba untuk merugikan dan mencelakakan dirinya.  Musuh juga dapat diartikan sebagai segala godaan yang membuatnya jauh dari Tuhan atau berada dalam dosa.
Daud menuliskan mazmur ini dalam keadaan mood yang tidak baik.  Ia merasakan stress yang sangat berat dan merasa berjuang sendiri dalam hidup.  Orang yang mengalami perasaan seperti ini biasanya cepat tersinggung dan gampang putus asa karena mood yang tidak baik.
Pengharapan dan kelegaan Daud peroleh ketika ia menaikkan pujian dan doanya kepada Tuhan di dalam kepercayaan dan pengharapan yang teguh.  Apa yang Daud lakukan untuk memperoleh kelegaan dan anugerah Allah?
Pertama, Daud mengakui dirinya orang berdosa dan meminta pimpinan Tuhan.  Kedua, Daud menaruh kepercayaan dan pengharapan kepada Tuhan.  Inilah anugerah Tuhan yang membuat Daud keluar dari rasa malu jatuh di dalam jeratan musuh.
Jikalau kita rindu dipulihkan oleh Tuhan dari keadaan frustasi menjadi lega, jikalau kita ingin memperoleh rasa sukacita dan terbebas dari rasa malu karena berbuat salah, jikalau kita ingin memperoleh pengakuan dan penerimaan penuh, maka kita dapat datang dan menyerahkan diri kepada Allah.
Dipermalukan memang tidak enak, tetapi jauh lebih baik tahu apa itu malu dan memperoleh pengakuan Tuhan dari pada tidak tahu rasa malu dan merasa diri benar dan kemudian tidak membutuhkan bimbingan Tuhan.  Kiranya Tuhan menolong kita.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

MALU-MALUIN TARZAN!

Malu-Maluin Tarzan!
“Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”  Matius 12:50

Pernakah anda mendengar cerita film Tarzan?  Ya, film klasik ini dikenal oleh berbagai kalangan di hampir seluruh dunia.  Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak; banyak yang pernah melihat film ini.  Konon ceritanya Tarzan adalah anak  manusia yang diasuh di hutan oleh sejumlah gorila.  Binatang berjenis kera ini tidak sampai hati meninggalkan mahluk kecil tidak berdaya di rimba liar.  Jadilah sebuah cerita tentang gaya hidup pengasuhan keluarga gorila terhadap anak adopsi:  manusia.
Walaupun hidup dalam keluarga kera; Tarzan memiliki kepolosan dan ketulusan manusia yang baik.  Dalam kelanjutan ceritanya ada sejumlah orang dari kalangan manusia dengan peradaban modern, datang dari kota hendak melakukan kejahatan dengan tipu muslihat maupun kekerasan.  Singkat cerita; Tarzan yang disebut manusia kera dari dunia primitiflah yang menjadi pahlawan dan menolong yang lemah.
Sebenarnya di balik cerita legendaris ini ada hal yang dapat kita pelajari.  Pertama mengenai betapa kejahatan manusia itu nyata dan terus berkembang; bahkan melampaui kebuasan hewan liar.  Kedua, ternyata dibalik perilaku binatang liar yang katanya hidup di luar peradaban, justru memiliki kasih sayang terhadap anaknya sendiri.  Sering kali manusia lah yang lebih kejam dari binatang.  Sungguh perbandingan yang sangat kontras antara kasih sayang keluarga hewan dan kejahatan keluarga besar manusia yang menamakan dirinya modern.
Saat ini kita diajak untuk merenungkan kembali arti keluarga dan bagaimana menghidupi yang namanya keluarga di dalam Tuhan Yesus Kristus.  Sering kali menjadi kenyataan di banyak jemaat; sekalipun menamakan diri sebagai bagian dari tubuh Kristus dan mengakui setiap orang Kristen adalah keluarga besar Allah namun hubungan satu dengan yang lain terasa dingin; cuek; dan tidak perduli. 
Ada sejumlah orang Kristen yang saling menyikut; menjegal; menjatuhkan untuk kepentingan dan ambisi pribadi/kelompok.  Akibatnya, bukannya terasa keluarga sejahtera; tetapi permusuhan dan pertikaian yang dilihat orang lain.
Yesus dalam pengajaran-Nya di Kapernaum membuat langkah yang radikal mengenai pengertian keluarga.  Bagi sejumlah besar orang Yahudi: keluarga adalah penting dan dijunjung tinggi.  Adalah berkesan sangat buruk bila anak memungkiri siapa orang tuanya.  Inilah yang kelihatannya dilakukan oleh Yesus.  Seolah-olah Yesus menjadi anak yang tidak berbakti dan menolak mengakui keluarga-Nya (Mat.12:48).
Jika kita perhatikan konteks dekat maupun jauh; akan terlihat bahwa maksud Yesus dengan perkataan: “Siapakah ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” (ay.49), adalah menjelaskan konsep keluarga Kristen.  Keluarga Allah tidak dibatasi pada hubungan darah; jasa baik di masa lampau; keahlian maupun pembayaran materi seperti sejumlah syarat menjadi anggota klub; namun didasarkan pada kelahiran baru oleh Roh Kudus dan diwujudnyatakan dalam melakukan kehendak Bapa (ay.50).
Yesus mengasihi dan perduli terhdap keluarga-Nya, Ia bahkan ingin setiap manusia menjadi anggota keluarga Allah di dalam karya penyelamatan Kristus.  Inilah bukti kasih terbesar Allah terhadap manusia.  Bagaimana dengan kita yang sudah di dalam anggota keluarga Allah, Apakah kita menganggap saudara seiman sebagai keluarga?  Jangan-jangan bukannya saling mengasihi (Gal.6:10; I Yoh.4:7) tapi saling mendengki yang ada di jemaat.  Semoga tidak malu-maluin Tarzan.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail