TIPS MENYIKAPI TERORISME

TIPS PRAKTIS FIRMAN TUHAN MENYIKAPI TERORISME

(Baca: Matius 24:4)

Untitled design

      Mei 2018, Indonesia digoncangkan oleh aksi teroris menyembelih polisi di MAKO BRIMOB Kelapa Dua, Jakarta (08 Mei 2018) hingga bom bunuh diri di beberapa gereja dan kantor Polisi di Surabaya (13 Mei 2018). Mirisnya, para pelaku teroris ini ada juga wanita dan anak-anak.

       Ada dua hal yang perlu kita cermati, pertama adalah tujuan teroris adalah membuat teror dengan menebar rasa takut, cemas, benci dan dendam untuk mencapai cita-cita politis baik itu berupa berkuasanya negara dan pemerintahan paham/ideologi tertentu.

       Kedua, adalah aksi terorisme melibatkan seisi keluarga yang dikorbankan. Di Indonesia cara ini terbilang baru, namun tidak halnya yang terjadi di Timur Tengah. Kendati demikian persiapan “pengantin” (istilah pelaku teroris siap mati) di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung beberapa dekade dan bersifat masif di kampus, tempat ibadah, dan perkumpulan organisasi.

       Aksi radikal menyebut diri mereka menyembah Tuhan dengan mengorbankan anak pun sebenarnya bukan barang baru. Di benua Amerika, dahulu suku Inca mengorbankan manusia dengan diambil jantungnya untuk dipersembahkan kepada yang mereka sebu Sang Ilahi. Di Amon (sekarang wilayah Amman, Jordania) jaman purba pernah ada kebiasaan bayi di letakkan di atas tangan patung berhala yang merah membara karena panas sebagai korban. Di Yerikho (sekarang wilayah konflik Israel Palestina) pun ada kebiasaan serupa di masa lampau mempersembahkan anak sulung hingga bungsu untuk dewa yang diyakini sebagai Tuhan.

       Itu sebabnya Yosua mengatakan, “Terkutuklah orang [demikian]…” (Yosua 6:26). Yosua adalah gambaran aparat penegak hukum yang ditunjuk Tuhan untuk menyapu bersih praktik kekejian dan budaya sesat ini. Mereka membunuh keluarganya sendiri atas nama Tuhan.

            Bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini?

  1. Jangan membalas kebencian, kejahatan dan kekerasan dengan hal serupa, sebab itulah yang ditunggu oleh dalang penggerak terorisme ini. Masih banyak simpatisan dan pengikut pasif terorisme di sekitar kita yang belum terbuka atau sadar dengan kebenaran, kasih dan kehidupan. Zaman Yesus, sudah ada teroris Teudas dan Barabas di pemerintahan Romawi. Petrus hampir saja ikut jadi teroris “lonewolf” dengan membawa pedang dan melakukan kekerasan (Yohanes 18:10), namun Yesus menegur Petrus karena itu bukan bagiannya. Aparat penegak hukum lah yang ditunjuk Tuhan untuk membalas dan menyapu bersih teroris (Roma 13:4).
  2. Jagalah jari jemari Anda mengetik, mem posting ulang foto dan video kekejaman teroris. Itulah cara mereka menarik pengikut dan simpatisan untuk jadi radikal. Pikir ulang sebelum memberikan komentar di dunia maya. Apakah hal ini semata karena reaksi emosi kita? Apakah komentar ini membangun? Lebih baik mana, memposting perlakuan manusiawi terhadap terorisme dan keluarganya (walau tidak populer karena banyak netizen berkomentar, “tembak”, “dor” saja, dst.) dan hal positif lain seperti Indonesia Bersatu, Jaga NKRI, atau menampilkan isi negatif kebencian dan kekerasan?
  3. Lakukan aktivitas seperti biasanya, entah bekerja sebagai pegawai bank, berdagang, mengajar di dunia pendidikan, atau apapun yang penting benar dan membangun. Inilah yang disebut proses Resilience, kemampuan untuk pulih melewati masa sulit. Gambarannya seperti pohon kelapa di tepi pantai yang elastis melewati angin kencang. Pohon itu tetap hidup, bertumbuh dan berkembang sehat melewati terpaan masalah.
  4. Terakhir adalah deteksi dini. Ingatlah bahwa penyesatan itu akan selalu menjadi virus di agama manapun. Bukankah Yesus berkata, “Waspadalah…!” Lindungi diri Anda dari kubangan kebencian dan kekerasan. Perhatikanlah keluarga termasuk anak-anak kita dari informasi yang mereka dapat baik itu di lingkungan pergaulan, dunia internet maupun tempat ibadah sekalipun. Ingatlah para pelaku aksi terorisme saat ini banyak sekali anak-anak! Hadirlah di lingkungan berbeda agama, suku dan ras dan mungkin tanpa kita sadari di antara mereka adalah simpatisan pasif terorisme dan mengalami bahwa ternyata kita tidak seperti yang selama ini didoktrinasi oleh dalang teroris. Toleransi antar umat beragama bukan berarti semua harus ikut agama tertentu, namun saling menghargai dan mengasihi sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan.

       Mari kita menaikkan doa bagi keluarga yang menjadi korban aksi terorisme belakangan ini. Mari kita menaikkan doa agar di bumi Indonesia bukan tumbuh kebencian, kekerasan dan perpecahan apalagi kekacauan; namun sebaliknya justru kasih, pemulihan, kesatuan dan keteraturan bisa bertumbuh subur di bumi Indonesia kita. Kiranya Tuhan menolong kita semua. Amin.

MENGAMPUNI TERORIS ADALAH URUSAN KITA DAN TUHAN, MEMPERCEPAT TERORIS BERTEMU SANG PENCIPTA ADALAH URUSAN APARAT PENEGAK HUKUM

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KETIKA IBADAH DISALAHMANFAATKAN

KETIKA IBADAH DI SALAH MANFAATKAN

(Baca: I Timotius 6:6)

ibadah

       Bagi kita yang tinggal di negara mayoritas ber agama, tentu tidak asing dengan sejumlah oknum yang memanfaatkan frasa “agama”, “demi Tuhan”, “ibadah” untuk kepentingannya dari pada kepentingan-Nya. Kedok seolah saleh ini jauh dari kebenaran dan kerap dibungkus dengan banyak kebaikan. Sejarah agama mencatat noda oknum yang membakar manusia demi nama Tuhan, korupsi tidak apa-apa asal seiman, hingga intrik politik saling menjatuhkan di institusi berbalut hal rohani.  

       Rasul Paulus pada waktu itu pun mengingatkan orang-orang percaya dan sekaligus para pelayan Tuhan khususnya Timotius agar mewaspadai virus dosa keji ini. Ibadah memang membawa manfaat bagi pemeluknya, asal di dalam ajaran yang benar dan motivasi yang benar pula. Kata “ibadah” dalam pengertian “chasidus” (istilah Ibrani) mengandung makna saleh, tidak egois, rohani, hidup dan sekaligus revolusioner (selalu refleksi diri untuk selangkah lebih maju). Tentu pemahaman ini bertolak belakang dengan motivasi cinta uang, sikap benci, dan menjauhi hakikat kebenaran.

       Ada fenomena menarik tentang pemilihan majelis/diaken dalam sebuah gereja. Ada gereja yang orang-orangnya berebutan ingin dan mau dicalonkan sebagai pengurus karena berkaitan dengan uang, kehormatan dan kekuasaan. Ada pula sebaliknya, sulit sekali mencari jemaat yang bersedia dicalonkan karena pelayanan yang akan dijalani penuh pengorbanan baik itu waktu, tenaga hingga tidak jarang uang. Pada titik keadaan seperti ini, masing-masing kita dipertanyakan pada motivasi dasar hidup yang paling mendalam: ibadah untuk siapa?  Kalau Tuhan memanggil dan mempercayakan maka hidup itu pada dasarnya adalah ibadah yang akan dipertanggungjawabkan dalam kekekalan.

       Apabila motivasi hati sudah benar, maka tidak dapat dipungkiri ibadah membawa manfaat dan berkat dari Tuhan kepada pemeluknya seperti rasa syukur, damai, mujizat, sukacita, hikmat Tuhan, dst. Orang yang ber organisasi keagamaan belum tentu beribadah, tetapi orang yang beribadah akan lebih menjadi saluran berkat lewat organisasi. Kiranya Tuhan menolong kita menjalani hidup beribadah dengan motivasi yang benar di tempat kerja, tempat ibadah, komunitas kampung, yayasan, dan di mana pun. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan, Soli Deo Gloria.

IBADAH YANG DISERTAI RASA CUKUP MEMBAWA MANFAAT BESAR

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

MELAWAN INTOLERANSI

MELAWAWAN  INTOLERANSI

(Baca: Yohanes 16:1-4)

Bersama

       Minggu, 11 Februari 2018 Gereja St.Lidwina, Bedog,Sleman, Yogyakarta di serang oleh seorang anak muda berpaham radikalis (23 tahun). Seorang Pastor Karl Edmund Prier, SJ (72 tahun) dan sejumlah orang lainnya terkena bacokan pedang dan dilarikan ke Rumah Sakit.  Suliono, pelaku terekam tengah memenggal patung bunda Maria dan patung Yesus di Gereja itu sebelum akhirnya ditembak polisi karena hendak menyerang petugas.

       Semula saya ikut emosi melihat rekaman ini, namun apabila dikaji ulang tebersit pertanyaan: “Bagaimana seorang anak muda yang berbekal sebilah pedang melakukan aksi terorisme ini dengan hati yang dipenuhi kebencian terhadap umat Nasrani? Bukankah anak muda ini juga adalah korban dari paham radikalis?” Inilah fenomena gunung es dari indoktrinasi paham radikalis yang berhasil mencuci otak anak-anak muda generasi ini.

       Firman Tuhan sebenarnya sudah memberikan sinyal akan apa yang terjadi di dunia ini, termasuk bagaimana sikap umat Tuhan menghadapi masalah yang ada. Yohanes menuliskan nubuat Yesus tentang fenomena orang-orang akhir jaman. Mereka yang melakukan kekerasan atas nama agama sudah dicuci otaknya sehingga merasa bangga dapat berbakti dengan tuhan dalam  imajinasinya. Firman Tuhan dengan jelas menyebutkan bahwa kita dipanggil untuk memutuskan lingkaran kekerasan bukan dengan kekerasan melainkan dengan kasih. Apa mungkin? Jelas tidak mungkin! Namun semua ini jadi mungkin ketika umat Tuhan ingat akan kasih Tuhan yang terlebih dahulu menyapa kita.

       Mari padamkan api intoleransi dengan air kebaikan, yakni pengampunan dan kasih. Jaga anak didik dan orang-orang yang kita kasihi dari mangsa oknum penebar kebencian di dunia maya maupun di kampus-kampus. Lanjutkan kegiatan rutin dalam bekerja, bekeluarga, maupun bermasyarakat. Bukan kah tujuan utama teroris adalah menebar rasa takut? Kiranya Tuhan menolong kita. Amin.

JANGAN BIARKAN INTOLERANSI BERAKSI DALAM KEKERASAN. BERSAMA KITA JAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

APAKAH ANDA HAMBA TUHAN?

APAKAH ANDA HAMBA TUHAN?

(Baca: Kejadian 20:1-18)

hamba Tuhan

 

       Apakah Anda seorang hamba Tuhan? Maafkan saya tidak berbicara tentang status rohaniwan entah disebut Pendeta, Pastor, Evangelist, atau apapun sebutannya. Jabatan gerejawi dan kedudukan di sebuah organisasi hanyalah kulit luar dan tidak menjamin bahwa orang yang ber titel pasti hamba Tuhan. Apakah Anda seorang hamba Tuhan? Pertanyaan ini dapat dijawab oleh Tuhan dan yang bersangkutan.

       Ketika Abimelekh dijumpai Tuhan dalam mimpi, Tuhan dengan jelas menyebut Abraham adalah hamba Tuhan dengan fungsi Nabi (Kejadian 20:7). Tuhan memberikan penghargaan khusus kepada hamba-Nya. Tuhan mengajarkan umat-Nya untuk memberikan penghargaan khusus kepada hamba Tuhan yang menyampaikan isi hati dan kehendak Tuhan.

       Bagaimana kita tahu bahwa seseorang adalah hamba Tuhan? Berkaca dari Abraham sebagai hamba Tuhan, maka yang disebut hamba Tuhan adalah orang yang dipanggil Tuhan terlepas dari kekurangan atau kelemahan dirinya sebagai manusia biasa. Hamba Tuhan diakui Tuhan bukan karena status atau jabatan di organisasi, tetapi fungsinya menggenapi kehendak Tuhan. Hamba Tuhan berarti hidupnya 100% dikhususkan untuk Tuhan.

       Bagaimana apabila seseorang menyebut diri hamba Tuhan tetapi memberitakan ajaran lain selain Firman Tuhan? Apakah disebut hamba Tuhan apabila gaya hidupnya jauh dari Firman Tuhan? Hamba Tuhan bukan orang sempurna, tetapi ia wajib menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dengan setia dan benar. Ia harus berusaha menjalani hidup untuk Tuhan, oleh Tuhan dan karena Tuhan saja.

       Abimelekh adalah orang percaya yang sangat baik, tulus dan pengikut Tuhan; namun ia bukan hamba Tuhan. Ia adalah raja Gerar yang bertanggung jawab membawa kesejahteraan rakyatnya di dalam Tuhan. Ia mengasihi rakyatnya dan takut akan Tuhan. Apakah Anda hamba Tuhan? Apakah Anda termasuk bilangan orang percaya Tuhan? Setiap kita sama-sama dipanggil untuk hidup takut akan Tuhan dan melakukan yang terbaik. Ketika rencana Tuhan digenapi dan Firman-Nya dilakukan oleh kita, maka perkara ajaib akan dinyatakan Tuhan pada waktu-Nya. Ingat-lah, Tuhan sanggup menolong Anda dan saya! Amin.

KETIKA KITA MENGGENAPI RENCANA TUHAN, MAKA PERKARA AJAIB AKAN DINYATAKAN PADA WAKTU-NYA

 

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail