PERJANJIAN BERSYEBA: SEBUAH CARA PANDANG PERDAMAIAN


PERJANJIAN BERSYEBA: SEBUAH CARA PANDANG KRISTIANI TENTANG PERDAMAIAN
(Baca: Kejadian 21:22-34)
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu,
hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Roma 12:18
Ketika merenungkan Perjanjian antara Abraham dan Abimelekh di Bersyeba (Kejadian 21:22-34), saya teringat peristiwa Perjanjian Malino 12 Februari 2002.  Kedua peristiwa ini memiliki akar permasalahan yang sama: konflik, dan menantikan jawaban yang sama: perdamaian.  Konflik antara Abraham dan Abimelekh dilatar belakangi dengan masalah kepemilikian sumur Bersyeba dan disertai dengan kekuatan militer dari pasukan kedua belah pihak.  Konflik di Ambon kabarnya adalah pertikaian antar sejumlah pemuda dan dilatarbelakangi oleh kepentingan politik di tingkat atas.  Kemudian konflik ini menyebar dalam pertikaian antar agama, suku dan ras.  Konflik ini memporak porandakan wilayah Maluku dan menelan sangat banyak korban dan kerugian lainnya.
Bila kita berkaca kepada diri sendiri, tampaknya konflik tidak akan pernah berakhir.  Siapa yang ingin disakiti? Siapa yang ingin dirugikan? Siapa yang bisa berdiam diri ketika dibabat habis?  Konflik yang dibiarkan berkembang dan semakin disulut mengakibatkan kerugian kepada kedua belah pihak bahkan orang-orang yang tidak bersalah dan tidak tahu menahu kepentingan politik yang sedang bermain di balik semua hal tersebut.
Bila kita berkaca kepada Firman Tuhan, tampak dengan jelas bahwa konflik yang dibiarkan berlarut-larut hanya akan menyuburkan lingkaran setan balas dendam.  Konflik tidak pernah berhasil terselesaikan dengan baik apabila menggunakan kekerasan.  Ketika Yesus Kristus difitnah, ditangkap, dianiaya dan disalibkan, tidak ada satupun langkah kekerasan yang diambil-Nya meskipun Ia punya kuasa dan bisa menghabisi musuh-musuh dalam sekali tebas oleh tiga regu malaikat (Matius 26:52,53).  Paulus yang kenyang dengan penganiayaan karena memberitakan kabar baik memiliki pandangan: tidak terjebak kepada pertempuran yang kelihatan tetapi yang tidak kelihatan (Efesus 6:12).  Ia kerap mendapat dipukul, diludahi, dilempari batu dan hampir dibunuh namun sebisa mungkin mengusahakan perdamaian bila hal itu bergantung kepadanya (Roma 12:7). 
Abraham ketika konflik dengan Abimelekh, memilih perdamaian meskipun ada keberatan tentang sumur Bersyeba.  Rupanya Abimelekh tidak mengetahui bahwa sejumlah pengikut orang Filistin ini mengambil sumur dengan paksa, merampas dan kemungkinan besar juga dengan kekerasan.  Singkatnya, Abraham mengadakan perdamaian dengan sikap besar hati yakni memberikan sejumlah ternak dan mengkhususkan 7 domba betina sebagai tanda yang sah bahwa Abraham-lah yang menggali dan memiliki sumur tersebut.  Abraham tidak memilih opsi militer ketika menghadapi konflik tetapi perdamaian.
Alkitab tidak mengajarkan agar orang-orang percaya berdiam diri ketika dianiaya.  Alkitab juga tidak mengajarkan bahwa kita harus mati rasa terhadap kemarahan, kesedihan, tekanan dan himpitan.  Alkitab justru mengajarkan agar kita tidak terjebak di dalam kebencian, balas dendam dan masuk dalam jebakan iblis.  Paradigma Nasrani tentang perdamaian adalah agar kita berpikir panjang, tidak terprovokasi, dan mengikuti jalan Tuhan.
 
Pada saat kita menghadapi konflik, sangat amat tidak mudah untuk mengambil inisiatif perdamaian, apalagi kalau kita yang dirugikan.  Suasana hati, pemikiran, dan perasaan bisa menuntun kita untuk membalas dan melanjutkan konflik.  Namun, melalui Firman Tuhan kita diingatkan untuk memilih: Jalan Tuhan atau Jalan Iblis.  Tidak ada kata netral atau jalanku yang netral.  Bila kita memilih Jalan Tuhan, maka kita harus belajar mengikuti cara Tuhan dan melihat dari apa yang Tuhan mau.  Bila kita memilih Jalan Iblis, maka kita terpancing di dalam nafsu, keegoisan, dan semakin terjebak lebih dalam di dalam kehancuran.  Apakah mengambil jalan perdamaian mudah?  Tidak mudah!  Tetapi ini yang Tuhan mau agar kita berpikir, berhikmat dan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.  Mohon Tuhan menolong kita.
PERDAMAIAN BUKAN BARANG MURAH, TETAPI PEPERANGAN PASTILAH HARGANYA LEBIH MAHAL DAN SANGAT MERUGIKAN SIAPAPUN
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

ABANG TUKANG BECAK


ABANG  BECAK


Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah

menolaknya. Bukan yang di lihat manusia yang di lihat Allah; manusia melihat

apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati  1 Samuel 16:7

                                    

Pada suatu  hari Minggu pagi yang cerah,  saya berdiri di teras depan rumah, walaupun hari itu adalah hari Minggu, namun karena tempat tinggal saya berada di pinggir double way, yang merupakan jalan utama untuk keluar masuk kota,  maka hari liburpun kendaraan yang lalu lalang tetap cukup ramai.
Di seberang jalan, terdapat shelteruntuk orang-orang yang sedang menunggu angkutan kota atau becak, dari kejauhan saya melihat seorang nenek tua dengan membawa keranjang yang tampaknya cukup merepotkan.
Tidak lama kemudian, sebuah becak melintas dan berhenti di depan shelter tersebut,  saya melihat terjadi dialog di antara nenek tua dan abang becak. Semula saya mengira mereka sedang membicarakan ongkos becak. Namun, ternyata perkiraan saya meleset, nenek tsb. tidak menaiki becak, sebaliknya abang becak yang turun dari becaknya, dan menuntun sang nenek tua untuk  menyeberangi jalan yang ramai. Saya baru sadar, bahwa nenek tua tsb. mungkin menunggu sepinya jalan untuk menyeberangi jalan yang ramai.
Kejadian tersebut, merupakan kejadian kecil yang terjadi antara dua insan sederhana. Namun hati kecil saya sungguh sangat kagum kepada sang abang becak. Di balik bajunya yang sederhana terdapat hati yang begitu mulia, menolong orang lain dalam kesulitan.
Setelah melihat kejadian itu,  timbul pertanyaan dalam benak saya, mampukah kita berbuat atau melakukan seperti abang becak ini?  Bagi saya pribadi, jujur saya katakan “SULIT”.
Namun, kembali ke kata “SULIT”, sebenarnya tergantung  kepada diri kita masing-masing, jika kita memiliki rasa empati, memiliki jiwa yang suka menolong kepada sesamanya, kiranya melakukan sesuatu seperti abang becak itu,  bukanlah sesuatu yang “SULIT”
Semoga kita dapat belajar dari kejadian ini. belajar dari abang becak yang sangat sederhana, namun memiliki hati yang yang baik, menolong dengan tulus, tidak mengharapkan suatu imbalan. Seperti ungkapan indah sbb. : A help in sincerity is not a hope repay
Sebagaimana juga kutipan dari ayat tsb. di atas, Tuhan tidak melihat apa yang di lihat manusia, tetapi Tuhan melihat apa yang ada dalam hati kita. Amin.

 
(Refleksi oleh: Surya Wiraatmadja)
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

YARMULKE: TANDA MENGHORMATI TUHAN


YARMULKE:
TANDA MENGHORMATI TUHAN
(Baca: Kejadian 21:1-7; Galatia 6:15)
Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah. Roma 2:29
Pernakah Anda mendengar istilah Yarmulke?  Ini adalah topi kecil yang disematkan di atas kepala sebagai simbol menghormati Allah (honoring God).  Yarmulke atau Kippah/Kipa biasa dipakai oleh orang laki-laki Yahudi sejak muda.  Mereka yang memakai Kippa dipandang sebagai orang yang saleh.
Budaya Israel, khususnya tradisi Yahudi dalam pemakaian Yarmulke sangat menarik dan memiliki pengertian yang mendalam.  Kita perlu terus mengingatkan dan diingatkan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.  Pemakaian Yarmulke adalah salah satu cara simbolis untuk mengingatkan kita agar senantiasa hidup di dalam Tuhan.  Namun, apabila simbol Yarmulke hanya sekedar di luar dapat tanpa diikuti dengan sikap hati yang saleh, maka topi kecil di kepala justru dapat menjadi kemunafikan dan hal yang tidak ada gunanya.
Abraham adalah salah satu contoh terbaik di kalangan Yahudi, Islam maupun Nasrani tentang kesalehan hidup.  Abraham menghormati Tuhan dengan keluarganya, pekerjaannya, dan bahkan seluruh hidupnya.  Abraham menyunatkan Ishak pada hari ke delapan setelah Ishak lahir sebagai simbol perjanjian Tuhan dengan umat-Nya.  Disunat pun adalah simbol kesalehan di Perjanjian Lama.  Namun, apakah berarti orang yang tidak disunat itu tidak saleh dan orang yang bersunat pasti hidupnya dipandang saleh?  Jawabannya adalah belum tentu.
Sunat adalah ekspresi luar dari sikap hati yang mau percaya dan taat kepada Tuhan. Sunat adalah bentuk luar penampakkan saleh.  Intinya bukan terletak pada perbuatan sunat, tetapi pada sikap hati percaya dan mengikut Tuhan.  Abraham dibenarkan bukan karena sunatnya, tetapi karena imannya. 
Hal yang paling penting di dalam sikap menghormati Tuhan adalah sunat rohani, yakni sunat hati dan telinga.  Sunat yang dilakukan di dalam hati lewat pertobatan dan bukan ritual keagamaan atau sekedar religi simbolik.  Tuhan menghendaki setiap orang percaya yang mau beriman kepada Allah menyunatkan diri secara rohani lewat pertobatan dan iman kepada Isa Almasih/Yesus Kristus/Yesua HeMashiach (Kolose 2:11).
Abraham dibenarkan Allah karena imannya bukan karena perbuatan sunat.  Perihal sunat atau tidak sunat bukan lagi menjadi masalah hidup manusia yang diperkenan Tuhan. Paulus memaparkan dengan sangat gamblang bahwa orang Yahudi yang asli, tulen, sejati adalah mereka yang bersunat secara rohani bukan hurufiah.  Seseorang bersunat baik adanya, tidak bersunat juga tidak salah (I Korintus 7:18, bdk.Galatia 5:6; 6:12,15; Kolose 3:11; Kisah Para Rasul 7:51).  Hal yang utama adalah pertobatan dari mengandalkan dan menuruti nafsu diri, beralih kepada mempercayai, mengikut dan menghormati Tuhan.
Sara dan Abraham diberkati Tuhan secara luar biasa selama masa hidupnya.  Sekalipun mereka menjalani kehidupan yang tidak mudah, banyak kerikil kesulitan dan penderitaan, tetapi iman dan perbuatan mereka untuk Tuhan tidak sia-sia.  Abaraham dan Sara menyebut anaknya yang tunggal itu Ishak yang artinya: tertawa.  Arti nama tertawa bukan terhina, terejek, atau bermakna negatif lainnya, melainkan bermakna positif yakni sukacita, gembira, senang dan puji syukur.  Sara yang tadinya tertawa karena ragu akan campur tangan Tuhan yang dahsyat, sekarang bersukacita untuk berkat Tuhan yang menakjubkan dalam hidupnya dan ia mau juga berbagi “tawa” (baca: sukacita) dengan orang lain tentang kebaikan Tuhan.
Apakah Anda ingin mendapatkan berkat dan janji yang dari Tuhan seperti halnya Abraham dan Sara?  Apakah Anda ingin hidup di dalam Tuhan secara saleh dari dalam hati dan bukan simbolis belaka?  Apakah Anda ingin menghormati Tuhan?  Apakah Anda ingin menghidupi anugerah Tuhan yang besar itu?  Bila jawabannya adalah iya, maka pastikan bahwa diri Anda dan keluarga maupun orang-orang yang  Anda kasihi memperoleh sunat rohani (Kolose 2:11), bukan paksaan tetapi kerelaan dan kesadaran hati di hadapan Tuhan.  Mari kita belajar menjalani hidup yang bersunat telinga dan hati sebagai sikap menghormati Allah.  Kiranya Tuhan menolong kita.  Amin.
HAL YANG PALING PENTING BAGI ORANG YANG MAU MENGHARGAI TUHAN BUKAN APA KATA ORANG TETAPI BAGAIMANA HATI INI TAKUT AKAN TUHAN
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KALAU TUHAN MAHA TAHU, KENAPA KITA HARUS BERDOA?


KALAU TUHAN MAHA TAHU, KENAPA KITA HARUS BERDOA?
(Baca: Kejadian 18:16-33)
 Seorang bapak bercerita kepada saya tentang peristiwa ketika anaknya meninggal dunia.  Dia begitu berduka dan sangat hancur hatinya menghadapi peristiwa ini.  Kemudian datanglah seorang yang mengaku dari sebuah denominasi gereja, mendoakan dengan berapi-api dan sangat menyakini bahwa anak yang sudah meninggal ini akan hidup kembali.  Pendoa ini mengklaim bahwa Tuhan pasti membangkitkan anak ini walaupun sudah meninggal.  Doa yang penuh semangat itu berlalu, sudah bertahun-tahun berlalu dan anak ini tetap meninggal.  Bapak ini mengatakan bukan tidak percaya mujizat, tetapi ada kalanya kita harus mengikuti apa yang menjadi kenyataan dan kehendak Tuhan.  Dia merasa doa yang disampaikan orang ini kurang pas dan terlalu berani mengklaim kehendak Tuhan.
Beberapa masa yang lalu saya kerap menjumpai buku dan slogan yang kurang lebih bunyinya,  “Memburu Tuhan! (hunting God)” atau “Mengubah Kehendak Tuhan!”.  Semuanya seolah-olah mengatakan Tuhan bisa mengubah kehendak-Nya dan mengikuti apa yang menjadi kehendak kita.  Benarkah hal ini?  Apakah ini sesuai dengan ajaran Alkitab?  Bagaimana dengan kisah seorang janda yang merengek terus menerus kepada hakim dan akhirnya dikabulkan (Lukas 18:1-8)?
Dari dua hal di atas, timbul pertanyaan: Apakah Tuhan itu tidak Maha Tahu sehingga kehendak-Nya bisa berubah-ubah?  Kalau Tuhan Maha Tahu, apakah Tuhan tidak konsisten dengan keputusan-Nya?  Kalau Tuhan Maha Tahu, untuk apakah kita harus berdoa lagi? Kan kehendak-Nya yang pasti jadi bukan kehendak kita.
Belajar dari doa Abraham kepada Tuhan, setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita simak dari Kejadian 18:16-33.  Percakapan antara Abraham dengan Tuhan dimulai dari inisiatif Tuhan yang menyampaikan apa yang menjadi isi hati dan rencana Tuhan atas keadaan kota yang terkenal jahatnya, Sodom.  Pernyataan dan maksud Tuhan di ayat-ayat Alkitab seolah-olah mengindikasikan bahwa Tuhan itu tidak Maha Tahu dan oleh sebab itu memeriksa kembali kebenaran doa-doa yang dipanjatkan sehubungan dengan keluhan betapa kejamnya orang-orang Sodom.  Kendati demikian bila kita kaji lebih lanjut di dalam beberapa terjemahan Alkitab maupun bahasa Ibrani Alkitab Perjanjian Lama, tampaklah beberapa penguraian yang lebih jelas.
Hal perrtama yang harus kita mengerti adalah: Tuhan Maha Tau.  Maksud Tuhan menyampaikan maksud dan rencana-Nya adalah karena Tuhan mengasihi dan perduli dengan Abraham.  Tuhan hendak berkomunikasi bukan meminta Abraham menjadi penasihat-Nya.  Inilah konteks dari kejadian doa syafaat Abraham kepada Tuhan.  Tuhan menghendaki adanya komunikasi dengan umat-Nya.  Komunikasi bukan laporan atau hanya diisi dengan permintaan-permintaan orang percaya.  Komunikasi lebih kepada saling mengenal isi hati ketika bertukar informasi.
Hari ini banyak orang berdoa, tetapi jauh di dalam motivasi hatinya hanya meminta, memerintah (baca:mengklaim), bahkan memaksa Tuhan mengubah haluan sesuai dengan kehendak pribadinya.  Padahal komunikasi ditujukkan supaya kita mengerti isi hati Tuhan.  Komunikasi Tuhan dengan kita lewat Alkitab dan perenungan Firman Tuhan salah satunya adalah untuk menyatakan dan memperjelas isi hati Tuhan.  Abraham mengerti isi hati Tuhan adalah: membenci dosa dan memberi kesempatan manusia bertobat sampai pada waktu yang ditentukan. 
Tuhan menyatakan jalan pikiran-Nya (Kejadian 18:20-21) bukan karena Tuhan bingung atau tidak Maha Tahu sehingga harus turun memeriksa kebenaran doa orang-orang percaya.  Kata yang dipakai, “… Aku hendak mengetahui.”  (ayat 21) memiliki pengertian mengetahui untuk membedakan.  Frasa ini bukan bermaksud menyatakan Tuhan tidak tahu dan hendak mencari tahu.  Frasa ini justru menegaskan dalam konteksnya, Tuhan Maha Tahu dan menyatakan rencana-Nya kepada Abraham dalam bahasa manusia yang sederhana.  Tuhan tahu membedakan keselamatan orang benar dan salah, Tuhan tidak sembarangan mendatangkan musibah dan malapetaka (lihat ayat 32).  Setiap kejadian yang tidak baik yang bahkan kita tidak mengerti alasannya, ada maksud dan jalan Tuhan yang bijaksana.  Tidak semua orang bisa mengertinya, Abraham adalah sedikit orang yang mendapat anugerah mengerti kehendak dan rencana Tuhan.
Sedikit menyinggung peristiwa Lukas 18:1-8 dalam konteksnya adalah agar orang-orang percaya rajin berdoa, yakni dekat dengan Tuhan lewat komunikasi kepada-Nya.  Lukas 18:1-8 bukan dimaksudkan Tuhan itu seperti hakim yang jahat.  Ayat-ayat ini bukan juga dimaksudkan Tuhan bisa berbuat adil dan tidak adil bergantung dengan kengototan/kegetolan doa kita, tetapi lebih pada ajakan Tuhan Yesus agar kita berdoa dengan tidak jemu-jemu.  Sumber kekuatan sejati manusia terletak dalam persekutuan dengan Tuhan. 
Apakah kita masih perlu berdoa walaupun Tuhan sudah tahu bahkan tidak mengubah kehendak Tuhan?  Jawabannya ialah: Iya..!  Tuhan menghendaki kita berdoa terus menerus (Lukas 18:7-8; Roma 8:26; 12:12; Filipi 4:6; I Tesalonika 5:17; Yakobus 4:3; 5:16; dst).  Berdoa dengan cara yang benar dan tujuan yang benar.  Doa menjadi komunikasi untuk menyatu dengan kehendak Bapa.  Doa bukan mengklaim kehendak kita, tetapi kehendak Tuhan.  Doa bukan mengubah hati dan kebijaksanaan Tuhan, tetapi mengubah hati dan perbuatan kita agar sesuai dengan rencana Tuhan.  Yuk, kita ambil waktu berdoa sekarang.  Amin.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail