BLACK FRIDAY SEBELUM CHRISTMAS!

BLACK FRIDAY SEBELUM CHRISTMAS!
(Baca: Matius 2:1-12)
Merekapun (para Majus) membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. Matius 2:11b.
Anda pernah mendengar istilah Black Fridayketika memasuki bulan Natal Desember?  Saya baru mendengarnya ketika menuliskan renungan ini.  Black Friday adalah istilah yang umum dipakai untuk menggambarkan minggu akhir di hari jum’at sebelum memasuki bulan desember di mana para pedagang menawarkan produk sale atau produk-produk baru menarik yang menghiasi kemeriahan Natal.  Tujuannya satu: meningkatkan penjualan dan meraih profit sebanyak mungkin di bulan Natal.
Bagi para konsumen, Black Fridayberarti kesempatan untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan bahkan kerap hanya karena diingikan itu murah meriah dan discount-nya habis-habisan menarik hati.  Konon banyak orang siap menunggu di depan pintu toko bahkan sebelum toko itu buka demi menadapatkan apa dianggap kesempatan langkah tersebut.
Black Friday adalah istilah yang banyak dipakai di Amerika Serikat.  Itu sebabnya kebanyakan kita, termasuk saya sebelumnya tidak populer dengan istilah ini.  Namun sebenarnya ramai jualan produk membombardir siapa saja, di negara mana saja untuk setiap musim termasuk musim liburan Natal dan Tahun Baru.  Black Friday atau apapun sebutannya, kerap menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak wanita, ibu-ibu bahkan para remaja putri untuk berbelanja.
Yang jadi pertanyaan adalah gairah berbelanja (shopping) di bulan Natal apakah sudah diimbangi dengan persiapan, pengaturan budjet keuangan dan terkhusus makna Natal itu sendiri?  Mari kita tengok “Black Friday” di Natal pertama!
Apakah hari di mana para Majus menjumpai Herodes di Bethlehem adalah jum’at?  Tidak jelas. Tetapi yang pasti minggu-minggu itu memasuki masa kelam, gelap dan mengerikan karena niat busuk seorang penguasa picik, naif dan rakus.  Ya, namanya seminggu tentu ada hari jum’at kan? 
Black Friday Natal pertama bagi Herodes adalah hari di mana ia berusaha untuk membunuh bayi Yesus, bila perlu membunuh semua bayi kecil di Bethlehem untuk mencapai niatannya (Matius 2:16-18).  Hari-hari di mana Herodes berburu seorang bayi yang kelak ditakutkan menjadi raja dan menyaingi atau bahkan menggantikan kedudukannya.  Bisa jadi banyak anggaran uang, satu batalion pasukan dan ribuan kuda, pedang dan tentu saja logistik untuk pemusnahan bayi sekota Bethlehem.  Sungguh mengerikan.
Sebaliknya Black Friday bagi para Majus adalah kesempatan berburu kebaikan.  Dari tempat yang jauh, bertolak dari iman percaya dan segala daya ilmu pengetahuan yang diketahuinya, para Majus berburu bayi Yesus untuk menyembah dan mempersembahkan barang teristimewa dan luar biasa berharga pada jaman itu: emas, kemenyan dan mur.
Kalau Herodes berburu kejahatan karena nafsu dosa yang tak terpuaskan, para Majus berburu kebaikan karena pengharapan yang bertolak dari iman.  Memasuki bulan Desember Natal, apakah yang Anda buru?  Berburu belanjaan dan segala perbekalan untuk Natal?  Berburu discountuntuk dapat barang kesukaan?  Berburu hadiah untuk keluarga tersayang?  Berburu kebutuhan pokok untuk orang-orang miskin dan panti jompo?  Belanja sendiri tidak salah, membeli kebutuhan keluarga dengan dapat harga baik juga sangat cerdas, tetapi bila hanya berhenti berburu belanjaan semata maka kita kehilangan hal yang terpenting: semangat memberi yang lahir dari hati yang menyembah kepada Kristus! 
Manakah yang Anda pilih: gaya hidup berburu Herodes atau gaya hidup berburu para Majus dalam menyambut bulan Natal Desember ini?  Oh ya, jadi teringat Black Friday juga dijalani Yesus lho sebelum terpaku di kayu salib.  Ia menjalani 3 hari kelam diludahi, difitnah, dicambuk dan dipaku di kayu salib untuk menebus dosa manusia yang harusnya menuju neraka.  Black Friday Yesus adalah bagian dari berburu kebaikan: dari surga datang ke dunia menjadi manusia untuk memberi diri.  Selamat berburu kebaikan menyambut Natal.  Amin.

Merekapun (para Majus) membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. Matius 2:11b.

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KESAN PERTAMA


KESAN PERTAMA
Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan… Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaanMu! (Ratapan 3:21-23).

Saya teringat moto iklan produk AXE, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda.” Sewaktu pertama kali tiba di Manado, saya memikirkan begitu banyak hal menyenangkan. Berada di kota yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani seharusnya membuat suasana, keadaan, serta orang-orang kota ini berbeda dengan kota-kota lainnya.
Namun, kesan yang saya dapatkan selama kurang lebih 6 tahun di kota tersebut tidak se-menyenangkan yang saya pikirkan pada awalnya. Dengan mayoritas penduduk beragama Nasrani, sepertinya tidak ada yang berbeda dengan keadaan kota lainnya.
Mengingat hal tersebut, membuat saya berpikir bahwa kesan pertama tidak dapat dijadikan patokan untuk pandangan kita selanjutnya. Kadang-kadang penilaian kita akan sesuatu dapat salah jika hanya didasarkan pada pandangan sesaat. Seperti ada pepatah yang mengatakan bahwa jangan menilai sebuah buku dari sampulnya.
Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa hidup kita tidak dapat lepas dari “kesan pertama,” terutama pada saat kita menemui hal-hal baru dalam hidup kita. Kesan pertama pada saat masuk sekolah, masuk universitas, bekerja untuk pertama kalinya, bepergian ke kota baru, bertemu dengan sahabat serta teman baru, menghadapi masalah yang berat, dan hal-hal baru lainnya. Kesan pertama kita biasanya akan berubah seriring waktu saat kita mengetahui kenyataan lain yang kita hadapi.
Namun, masih ingatkah saat kita pertama kali berjumpa dengan Tuhan? Bagaimana kesan pertama kita saat itu? Apakah kesan itu masih sama hingga sekarang ataukah telah berubah? Saya ingat ketika pertama kali mengenal Tuhan ialah sewaktu masih berada di Sekolah Minggu. Mengenal Tuhan pertama kali dengan segala kebaikan dan kelembutan yang Ia miliki, pada waktu itu membuat saya mengidolakannya. Namun, seiring waktu berjalan, saya menyadari bahwa sering kali masalah dan keadaan yang saya hadapi membuat saya melupakan-Nya, membuat saya menjauhi-Nya. Bahkan kadang-kadang saat melakukan dosa, saya justru menutup diri dari-Nya.
Mungkin sebagian besar dari kita mengalami hal yang sama. Namun, hal tersebut tentunya tidak membuat kesan pertama kita pada-Nya berubah. Ia tetap Tuhan yang sama, Allah yang baik, Allah yang penuh dengan kelembutan, dan Allah yang akan selalu membuka tangan-Nya lebar-lebar saat kita telah berbuat dosa dan ingin kembali pada-Nya. Bagi saya, kesan pertama yang dapat saya pertahankan sampai saat ini adalah pada Tuhan.
Kemudian, apakah kita sendiri pernah berpikir bagaimana kesan pertama Tuhan pada kita? Apakah kesan pertama Tuhan pada kita juga berubah seiring dengan waktu yang berlalu?  Apapun pemikiran masing-masing dari kita untuk pertanyaan tersebut, tidak membuat Kasih Tuhan berubah dalam kehidupan kita. Ia tetap mengasihi kita tanpa syarat, Ia senantiasa menunjukkan kebaikan-Nya dalam hidup kita, serta melimpahi kita dengan anugerahnya hari lepas hari. Apapun kesan pertama Tuhan pada kita, Ia tetap memberikan yang terbaik bagi kita menurut pandangannya.
Menutup tulisan ini, mungkin saya ingin sedikit membagikan ilustrasi yang pernah saya dengar sebelumnya sewaktu masih bekerja di salah satu universitas swasta di Manado.  Ada salah satu mahasiswa yang sepertinya sangat serius dalam membicarakan kebaikan Tuhan dalam hidup mereka.  Ilustrasinya yang dia ceritakan kepada teman-temannya kira-kira seperti ini:
Bayangkan jika kamu berada di sebuah ruangan, kamar kamu sendiri misalnya. Kemudian di kamar tersebut ada sebuah jendela. Karena kamar tersebut terlalu gelap, maka kamu membuka jendela dan mendapati matahari sedang bersinar terang di luar. Tidak lama setelah itu, karena matahari tersebut terlalu terik, kamu merasa kepanasan kemudian memutuskan untuk menutup jendela. Nah, pada saat kamu menutup jendela, apakah matahari tersebut berhenti bersinar? Apakah pada saat kamu menutup jendela, matahari tersebut tidak akan panas lagi? Tentu saja tidak bukan? Sama seperti kasih dan kebaikan Tuhan padamu, walaupun kamu menutup pintu hatimu, kasih dan kebaikan Tuhan akan tetap bersinar untukmu.
Ilustrasi yang sederhana, tetapi dapat mengingatkan kembali kepada saya bahwa Kasih Tuhan dalam hidup kita tetap sama hari lepas hari.  Bagaimana dengan kita? Apa kesan pertama kita saat pertama kali berjumpa dengan Tuhan? Apapun kesan pertama kita, Kasih Tuhan dalam hidup kita tidak akan pernah berubah. Semoga setiap dari kita juga dapat belajar lebih mengasihi Tuhan hari lepas hari seperti Ia yang telah lebih dahulu mengasihi kita. Amin. 
(Karya Dewi Septiawati)
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

PERJANJIAN BERSYEBA: SEBUAH CARA PANDANG PERDAMAIAN


PERJANJIAN BERSYEBA: SEBUAH CARA PANDANG KRISTIANI TENTANG PERDAMAIAN
(Baca: Kejadian 21:22-34)
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu,
hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Roma 12:18
Ketika merenungkan Perjanjian antara Abraham dan Abimelekh di Bersyeba (Kejadian 21:22-34), saya teringat peristiwa Perjanjian Malino 12 Februari 2002.  Kedua peristiwa ini memiliki akar permasalahan yang sama: konflik, dan menantikan jawaban yang sama: perdamaian.  Konflik antara Abraham dan Abimelekh dilatar belakangi dengan masalah kepemilikian sumur Bersyeba dan disertai dengan kekuatan militer dari pasukan kedua belah pihak.  Konflik di Ambon kabarnya adalah pertikaian antar sejumlah pemuda dan dilatarbelakangi oleh kepentingan politik di tingkat atas.  Kemudian konflik ini menyebar dalam pertikaian antar agama, suku dan ras.  Konflik ini memporak porandakan wilayah Maluku dan menelan sangat banyak korban dan kerugian lainnya.
Bila kita berkaca kepada diri sendiri, tampaknya konflik tidak akan pernah berakhir.  Siapa yang ingin disakiti? Siapa yang ingin dirugikan? Siapa yang bisa berdiam diri ketika dibabat habis?  Konflik yang dibiarkan berkembang dan semakin disulut mengakibatkan kerugian kepada kedua belah pihak bahkan orang-orang yang tidak bersalah dan tidak tahu menahu kepentingan politik yang sedang bermain di balik semua hal tersebut.
Bila kita berkaca kepada Firman Tuhan, tampak dengan jelas bahwa konflik yang dibiarkan berlarut-larut hanya akan menyuburkan lingkaran setan balas dendam.  Konflik tidak pernah berhasil terselesaikan dengan baik apabila menggunakan kekerasan.  Ketika Yesus Kristus difitnah, ditangkap, dianiaya dan disalibkan, tidak ada satupun langkah kekerasan yang diambil-Nya meskipun Ia punya kuasa dan bisa menghabisi musuh-musuh dalam sekali tebas oleh tiga regu malaikat (Matius 26:52,53).  Paulus yang kenyang dengan penganiayaan karena memberitakan kabar baik memiliki pandangan: tidak terjebak kepada pertempuran yang kelihatan tetapi yang tidak kelihatan (Efesus 6:12).  Ia kerap mendapat dipukul, diludahi, dilempari batu dan hampir dibunuh namun sebisa mungkin mengusahakan perdamaian bila hal itu bergantung kepadanya (Roma 12:7). 
Abraham ketika konflik dengan Abimelekh, memilih perdamaian meskipun ada keberatan tentang sumur Bersyeba.  Rupanya Abimelekh tidak mengetahui bahwa sejumlah pengikut orang Filistin ini mengambil sumur dengan paksa, merampas dan kemungkinan besar juga dengan kekerasan.  Singkatnya, Abraham mengadakan perdamaian dengan sikap besar hati yakni memberikan sejumlah ternak dan mengkhususkan 7 domba betina sebagai tanda yang sah bahwa Abraham-lah yang menggali dan memiliki sumur tersebut.  Abraham tidak memilih opsi militer ketika menghadapi konflik tetapi perdamaian.
Alkitab tidak mengajarkan agar orang-orang percaya berdiam diri ketika dianiaya.  Alkitab juga tidak mengajarkan bahwa kita harus mati rasa terhadap kemarahan, kesedihan, tekanan dan himpitan.  Alkitab justru mengajarkan agar kita tidak terjebak di dalam kebencian, balas dendam dan masuk dalam jebakan iblis.  Paradigma Nasrani tentang perdamaian adalah agar kita berpikir panjang, tidak terprovokasi, dan mengikuti jalan Tuhan.
 
Pada saat kita menghadapi konflik, sangat amat tidak mudah untuk mengambil inisiatif perdamaian, apalagi kalau kita yang dirugikan.  Suasana hati, pemikiran, dan perasaan bisa menuntun kita untuk membalas dan melanjutkan konflik.  Namun, melalui Firman Tuhan kita diingatkan untuk memilih: Jalan Tuhan atau Jalan Iblis.  Tidak ada kata netral atau jalanku yang netral.  Bila kita memilih Jalan Tuhan, maka kita harus belajar mengikuti cara Tuhan dan melihat dari apa yang Tuhan mau.  Bila kita memilih Jalan Iblis, maka kita terpancing di dalam nafsu, keegoisan, dan semakin terjebak lebih dalam di dalam kehancuran.  Apakah mengambil jalan perdamaian mudah?  Tidak mudah!  Tetapi ini yang Tuhan mau agar kita berpikir, berhikmat dan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.  Mohon Tuhan menolong kita.
PERDAMAIAN BUKAN BARANG MURAH, TETAPI PEPERANGAN PASTILAH HARGANYA LEBIH MAHAL DAN SANGAT MERUGIKAN SIAPAPUN
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

RIBUT RIUH DALAM KELUARGA


RIBUT RIUH DALAM KELUARGA
(Baca: Kejadian 21:8-21)
Ada pepatah mengatakan, “setiap keluarga ada kesusahannya sendiri”.  Pepatah ini hendak merangkumkan bahwa yang namanya hidup berkeluarga itu tidak ada yang sempurna.  Masing-masing keluarga akan menghadapi kesulitan dan tantangan baik di masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang.  Selama keluarga itu hidup di dalam dunia, tantangan dan kesulitan akan datang silih berganti.
Kehidupan keluarga Abraham boleh dikatakan adalah gambaran dari banyak kehidupan keluarga saat ini.  Orang tua kuatir dengan masa depan anaknya; ibu yang hancur hatinya melihat penderitaan anaknya; istri yang tidak suka dimadu apalagi diduakan dengan wanita lain oleh suaminya; remaja yang frustasi melihat keluarganya broken home.  Semua tema di atas adalah rangkaian yang kurang lebih terjadi pada kehidupan keluarga Abraham.
Keluhan dan protes besar muncul dari Sara kepada Abraham sehubungan dengan Hagar dan Ismail.  Ini rupanya harga yang harus dibayar ketika Sara berinisiatif memberikan budaknya (Hagar) kepada Abraham untuk melanjutkan keturunan.  Inilah konsekuensi yang harus ditanggung untuk solusi tanpa melibatkan Tuhan.  Padahal mereka sudah tahu bahwa Allah akan memberikan keturunan lewat Sarah, namun mereka berpikir hal itu mustahil dikerjakan Allah.  Mereka mengambil cara yang lebih masuk akal menurut ukuran manusia dan diakhiri dengan mengambil keputusan yang tidak melibatkan Tuhan.
Sarah yang memulai inisiatif bentuk keluarga poligami, ia pula yang harus membayar ribut riuh dalam keluarga.  Permasalahan terjadi ketika dua wanita dengan posisi istri tidak cocok dalam satu rumah tangga.  Permasalah jadi rumit ketika masing-masing merasa anaknya-lah yang berhak mendapat yang terbaik.  Permasalahan menjadi runyam ketika intensitas keributan mengarah kepada perpecahan dalam rumah tangga. 
Meskipun dalam kenyataan hukum, Sara adalah istri yang sah namun Abraham menyayangi keluarga dan anak-anaknya.  Meskipun Hagar adalah budak, tetapi juga seorang manusia yang punya perasaan dan insting seorang ibu.  Bisa jadi berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun cek cok dalam rumah tangga membuat keadaan sangat tidak nyaman dan tidak damai.
Dalam kondisi keluarga yang broken home, Hagar dan Ismail harus memulai rumah tangga baru di tempat yang berbeda.  Tampaknya kehidupan jadi tidak adil dan berat bagi Hagar.  Ia harus menafkahi hidupnya dan anaknya, Ismail.  Ia harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus mendidik anaknya supaya menjadi orang yang berhasil.
Apakah Tuhan tidak adil? Apakah Tuhan membiarkan hal yang buruk terjadi dalam keluarga anak-anak Tuhan?  Jawabannya adalah tidak.  Tuhan turut campur tangan dan bekerja melampaui dari apa yang sanggup kita pikirkan dan bayangkan.  Tuhan bekerja menurut cara-Nya bukan cara kita.  Tuhan punya rencana dalam kehidupan masa depan manusia. 
Adalah rencana dan kehendak Tuhan untuk memimpin keluarga Abraham dan Sara dalam berkarya di kehidupan Ishak maupun keturunannya.  Adalah penyertaan Tuhan, menolong Hagar dan Ismail di padang gurun sampai Ismail menjadi bangsa yang besar di tanah Arab.  Tuhan tetap berkarya dalam kehidupan orang percaya bukan karena orang itu hebat dan sempurna, tetapi karena orang itu tetap mau percaya dan hidup di dalam Tuhan bersama dengan keluarganya.
Dilema yang sangat berat bagi Abraham untuk mengusir Ismail dan Hagar.  Dilema yang sangat berat bagi Sara untuk hidup bersama dengan Hagar dan Ismail.  Bencana yang sangat besar bagi Hagar diusir Abraham.  Kesusahan yang sangat pahit dan berat bagi remaja Ismail ketika melihat keluarganya berantakan.  Alkitab Kejadian 21:17 mencatat bahwa remaja yang bernama Ismail ini didengar doanya oleh Tuhan dan mendapatkan pertolongan.
Apa yang dapat kita simpulkan dari peristiwa ini?  Apakah keluarga yang bermasalah ribut riuh pasti Tuhan ubahkan menjadi keluarga yang damai, harmonis dan baik sesuai keinginan kita?  Ternyata tidak.  Tuhan memang berjanji dan terbukti menyertai dan memimpin orang yang mencari dan bersandar kepada-Nya.  Tuhan tidak pernah berjanji apa yang kita mau—meskipun baik—pasti dikabulkan sesuai kemauan dan waktu kita. 
Dibalik setiap permasalahan—bahkan yang paling berat dan buruk sekalipun—yang terjadi, Tuhan tidak tinggal diam.  Ia bekerja menurut rencana dan waktunya yang baik untuk masa depan, untuk kemuliaan-Nya, untuk membentuk dan sekaligus mengasah kita menjadi bejana yang indah.  Pada saat itu terjadi, kita bertanya-tanya, kita tidak bisa mengerti dan menerimanya.  Ini semua terjadi  dan kita tetap dipanggil untuk mempercayai dan mengikut Tuhan.  Sampai waktu dan kehendak Tuhan dinyatakan, di sanalah kita masih tetap dipanggil untuk hidup bagi Tuhan.
Memang benar pepatah yang mengatakan, “setiap keluarga ada kesusahannya”.  Ribut riuh dalam keluarga adalah bagian dari kenyataan hidup.  Abraham mengalami ribut riuh dalam keluarga.  Hagar dan Sara mengalami ribut riuh dalam keluarga.  Ismail dan Ishak mengalami ribut riuh dalam keluarga.  Mereka adalah pelaku-pelaku sejarah yang ujung-ujungnya menceritakan karya Allah dalam masa hidup mereka, masa depan dan masa kita saat ini. 
Apa yang dapat kita katakan saat ini?  Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.  Roma 8:28.  Biarlah ayat ini dapat menjadi kekuatan, pengharapan dan penghiburan bagi kita semua.  Amin.
 RIBUT RIUH KELUARGA ITU BIASA, TETAPI BERSAMA TUHAN JADI LUAR BIASA INDAH DAN BERARTI
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail