RAJA MENYAMAR SEBAGAI ORANG BIASA

RAJA MENYAMAR SEBAGAI ORANG BIASA

(Baca: Matius 22:34-40)

… Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup (Lukas 10:28)

sky kingdom

 

       Ratusan tahun lampau, seorang raja mengeluarkan dekrit kepada orang-orang di kerajaannya, “Hormatilah raja dan hargai orang sekitarmu!”. Setelah itu raja ini menyamar sebagai rakyat biasa bersama pengawal pribadinya yang juga menyamar. Raja ingin melihat secara natural kehidupan rakyat dan pemerintah di tingkat bawah.

       Ketika masuk ke sebuah depot, raja yang biasa dilayani dengan spesial dan serba mewah ini justru memesan makanan seperti kebanyakan orang di sana. Ia bahkan menuangkan teh hangat kepada pengawalnya. Terkejut dan segan luar biasa, pengawal yang biasanya langsung bersujud dan menyembah jadi kebingungan harus bagaimana. Ia tidak ingin merusak rencana penyamaran. Akhirnya ia memberikan kode mengetuk jari telunjuk dan tengah sebagai tanda bahwa ia sangat berterima kasih.

       Ada aura yang berbeda dari seorang “asing” di distrik tersebut. Sebagian kecil orang mengetahui bahwa orang “asing” ini spesial, tetapi sebagian orang termasuk polisi dan pejabat setempat curiga bahwa orang “asing” ini bukan orang baik, dari luar, bermaksud jahat dan hendak dibereskan. Pejabat setempat tidak dapat menandingi kesopanan dan kerendahan hati orang “asing” ini. Polisi akhirnya hendak menjebak dan bertanya, “Tampaknya kamu bukan orang kerajaan di sini! Coba tunjukkan apa dekrit terbaru kerajaan? Kalau kamu tidak bisa menjawab, masuk penjara! Tunjukkan identitasmu!

       Pengawal raja sangat marah atas kekurangajaran polisi setempat dan hampir terjadi perkelahian. Raja menahan reaksi pengawal dan berkata kepada polisi, “Hormatilah raja dan hargai orang sekitarmu! Itu diucapkan satu minggu yang lalu di depan balai Agung Kerajaan yang disaksikan semua utusan tinggi pejabat provinsi dan berlaku bagi semua orang di kerajaan.” Lalu orang “asing” ini mengeluarkan identitas diri berupa lempengan logam emas kerajaan. Kontan, semua orang yang ada di situ terkejut, termasuk polisi ini yang terperangah dan gemetaran sambil bersujud dan mohon ampun.

       Ilustrasi di atas hanya sebuah cerita untuk menggambarkan kurang lebih sikap negatif orang-orang Farisi dan Saduki kepada Yesus Kristus. Mereka iri, benci, prasangka negatif dan bahkan hendak menjatuhkan orang “asing” (Yesus Kristus) ini karena Yesus telah menarik hati rakyat dan menghadirkan Firman Tuhan lebih dahsyat (Bdk.Matius 22:23-46).

       Ahli Taurat (yang seharusnya diidentikan dengan pejabat Kerajaan Allah) menginterogasi Tuhan dan Raja-Nya sendiri mengenai apa yang paling utama dalam pembelajaran Taurat dan Kitab Para Nabi. Mereka sebenarnya sudah tahu apa jawabannya. Saya membayangkan Yesus tersenyum dan berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu total dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Pada saat yang bersamaan hidup “para pejabat kerajaan Allah” ini lebih difokuskan pada kegiatan religius, fanatik fatalisme, dan hatinya jauh dari kasih.

       Apa jadinya bila Tuhan Yesus Kristus pada saat itu juga langsung menunjukkan kuasa dan kebesaran Ilahi sambil berkata, “lho, itu kan Firman-KU?! Engkau hendak mencobai Allah?” Bisa dibayangkan seperti polisi setempat dalam cerita di atas, para ahli Taurat, Farisi bahkan Saduki bakal bersujud dan gemetaran berhadapan dengan TUHAN Pencipta alam semesta.

       Hari ini kebenaran universal yang sama berlaku. Kita hidup di jaman yang diliputi prasangka negatif, kebencian, sakit hati, kemarahan, kepentingan diri sendiri dan nafsu. Ini yang membuat kita cenderung menolak Firman Tuhan dan berkata, “Kamu tahu apa tentang hidup? Kamu tahu apa tentang prioritas hidup?” Yesus pun menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu… Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37-39).

 

HIDUP ITU DIUKUR DARI DALAM HATI MENGALIR KE PERBUATAN

 

the Story

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

SALIB GANTI TERORISME

SALIB GANTI TERORISME

Baca: Yohanes 18:1-11

Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang (Matius 26:52).

 1

 

       Ketika mengikuti kuliah Psikologi Sosial dari profesor Scott Plous (Wesleyan University) tentang Terorisme, saya terkejut dengan statistik di Afghanistan-Irak menunjukkan justru sejak Amerika Serikat menurunkan militernya memerangi Terorisme, di sana tumbuh pesat aksi terorisme. Orang-orang yang melakukan teror tidak pandang stereotipe tertentu seperti laki-laki, fanatik agama, pendidikan rendah atau miskin ekonomi, tetapi karena kemarahan (rage). Kunci menghadapi terorisme ternyata bukan kekerasan dibalas kekerasan.

       Sebenarnya Terorisme sudah ada di kisaran jaman Yesus datang melayani di Israel. Orang-orang seperti Teudas, Yudas dari Galilea (Kisah Para Rasul 5:36-37), maupun Barabas (Matius 27:20-21) adalah teroris dengan agenda politik tertentu yang melakukan kekerasan, mengancam dan berusaha menjatuhkan pemerintah Romawi pada saat itu.

       Jauh sebelum Psikologi Sosial bahkan studi khusus Terorisme Internasional menyimpulkan menghadapi terorisme tidak efektif hanya dengan represif atau kekerasan dibalas kekerasan, Alkitab sudah menyimpulkan demikian. Petrus beraksi pedang tetapi dilarang Yesus. Kekerasan dibalas kekerasan hanya akan menghasilkan kebinasaan (Yohanes 18:11, Matius 26:52, Lukas 22:51).

       Usulan praktis menghadapi terorisme dimuncul oleh profesor William Ury dengan metode Third Side, yakni pihak ketiga yang berinisiatif komunikasi, menunjukkan perdamaian dan kasih. Pihak ketiga ini adalah kita semua (The third side is us). Profesor Edwin Bakker dari Leiden University memberikan alternatif lain dengan adanya kooperasi dan koordinasi antara pemerintah dan pihak terkait dalam mengakomodir manajemen rasa takut akibat terorisme (Fear Management). Frank Furedi menyimpulkan reaksi menanggapi terorisme berlebihan semakin mengundang teroris datang dan sebaliknya apabila masyarakat memiliki ketahanan untuk kembali kepada kegiatan keseharian mereka (resilience factor) akan lebih sulit ditembus oleh teroris.

       Masih ingatkah Anda bunyi Amsal 25:21-22? Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. Karena engkau akan menimbun bara api di atas kepalanya (Psikologi Sosial menyebut rage), dan TUHAN akan membalas kepadamu. Salib Yesus dan pembebasan teroris Barabas menunjukkan dua hal: pertama terorisme itu ada bahkan terkadang didukung komunitas tertentu. Kedua, Alkitab memberikan solusi jelas tentang terorisme bukan dengan kekerasan tetapi kasih Ilahi.

       Ketika seseorang terjebak lingkaran setan balas dendam, di sana pelampiasan nafsu membuahkan lebih banyak masalah. Sebaliknya dengan melakukan Firman Tuhan menyelamatkan banyak orang. Pandanglah Salib Yesus yang memberikan kehangatan kasih Allah dan pengampunan untuk hidup, jangan pandang teroris yang memberi rasa takut dan ancaman kematian. Bagi orang percaya, salib Yesus dan kemenangan atas maut telah menggantikan takut, benci, dendam dari mangsa terorisme. Pandang salib Yesus yang membuat hidup jadi lebih hidup! Amin. Selamat Paskah.

cross wood

 

KEKERASAN DIBALAS KEKERASAN ADALAH BENIH TERORISME. PERBUATAN BAIK DI DALAM TUHAN MELAHIRKAN DI BUMI SEPETI DI SURGA.

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail