PELAYAN WARUNG DI USIA 93

PELAYAN WARUNG DI USIA 93 TAHUN

Roma 14:1-12 

Makan

       Koran Yomiuri Jepang baru saja mengupas kisah seorang nenek yang masih produktif di usia senja. Yae Yamagashi yang berusia 93 tahun adalah pelayan warung rumahan di Maruken Musashino, Tokyo Barat. Bermula dari tahun 1960 ketika ia dan almarhum suaminya membuka warung rumahan, Yamagashi menjual nasi hangat berisi daging (Tonkatsu) dengan menu tambahan sayuran atau telur.

       Kini bersama anaknya yang berusia 67 tahun, Yamagashi tetap menekuni bidang kuliner tersebut  di tempat yang sama dan harga merakyat (rumahan). Warung rumahan yang berisi 14 meja itu kerap kali penuh sesak saat jam makan siang. Ketika ditanya, “Apa nenek ada rencana untuk pensiun?” Dengan mengenakkan celemek (apron), Yae menjawab, “Selama pelanggan tetap datang, saya mau terus bekerja.”  

       Yae       Semangat hidup nenek Yae Yamagashi patut diacungi jempol. Ia membuat hidupnya tetap berarti dan produktif, baik bagi dirinya sendiri maupun memberkati komunitasnya. Hari ini banyak orang menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak produktif mulai dari gosip, saling menjelekkan, memfitnah, hingga berbicara hal-hal negatif tentang orang lain. Waktunya dihabiskan untuk hal-hal kontra produktif atas nama nafsu dan prasangka.

       Paulus mengingatkan umat di kota Roma pada waktu itu agar tidak takabur menjalani hidup yang sesaat ini. Hidup manusia adalah milik Tuhan dan akan dipertanggungjawabkan kelak dalam kekekalan. Apabila kita masih diberi kesempatan hidup, itu artinya ada hal-hal yang Tuhan mau kita kerjakan. Bisa jadi itu berupa doa, pelayanan, persembahan, atau hal spesifik lain yang Tuhan titipkan dalam diri kita. 

       Kalau nenek Yae bersemboyan, “Selama pelanggan tetap datang, saya mau terus bekerja” maka mari kita memiliki semboyan hidup, “Selama Tuhan masih mempercayakan hidup ini, saya mau terus bekerja bagi-Nya.” Amin.

 

SELAMA TUHAN MASIH MEMPERCAYAKAN HIDUP INI, SAYA MAU TERUS BEKERJA BAGINYA

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

CUMA TITIPAN

CUMA TITIPAN
(Baca: Matius 21:1-10)
Hidup ini cuma titipan Tuhan.  Segala yang ada pada manusia, mulai dari tubuh jiwa hingga semua harta kekayaan, jabatan dan bahkan keluarga sekalipun kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
Pagi itu istri saya menitipkan botol minum untuk dibawa rekreasi oleh anak kami.  Sepanjang hari anak-anak gembira bermain.  Sorenya sewaktu  perjalanan pulang, wajah anak kami kelihatan murung dan hampir menangis.  Kenapa?” tanya saya.  Dengan nada lirih ia menjawab sedih karena disebut tidak tanggung jawab menjaga miliknya sendiri.  Sebenarnya ada dua kesedihan yang menyelimutinya, pertama adalah kehilangan barang miliknya dan kedua adalah teguran orang tua agar ke depan lebih hati-hati menjaga barang yang dipercayakan kepadanya.
Hari ini banyak orang sibuk dengan “permainannya” hingga lupa hidup bagi Tuhan.  Sebagian orang sibuk “bermain”  bisnis untuk alasan bertahan hidup atau demi segenggam berlian.  Sebagian “permainan” itu disebut tender, yang lain menyebutnya karier, dan ada pula yang menyebut sebagai “nyaleg” atau “nyapres” yang kesemuanya diulaskan sebagai beribu alasan mulia yang tipis bedanya antara semua ini milikku atau milik Tuhan yang dititipkan. 
Dicatat seorang warga kampung Betfage di Bukit Zaitun memberikan keledainya untuk Tuhan.  Ia adalah orang yang sadar bahwa hidup ini titipan Tuhan (Matius 21:1-7).  Keledai jaman itu adalah alat transportasi yang penting dan sangat berguna untuk keperluan bisnis sehari-hari.  Melalui keledainya ribuan orang bersukacita, mempunyai pengharapan besar dan memuliakan nama Tuhan (ayat 8-10).  Tidak ada kehormatan dan keberhasilan penuh dalam hidup ini kecuali sadar hidup ini cuma titipan.
HIDUP INI CUMA TITIPAN TUHAN.  ORANG YANG MENGHIDUPINYA TENGAH MENGERJAKAN KEBERHASILAN PENUH.

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail