PETRA: PERKARA DI ATAS

PETRA:

PIKIRKANLAH PERKARA DI ATAS

(Baca: Kolose 3:1-4)

pemandangan petra

       Siapa bilang di padang gurun itu udaranya hanya panas dan gersang? Saya dahulu berpikir juga demikian. Tahukah Anda bahwa di perjalanan Musa melewati padang gurun atau yang dikenal Wadi Musa adalah tempat yang unik dan indah. Di Wadi Musa bukan hanya panas menyengat, tetapi pada saat musim dingin udaranya kisaran 10 hingga 2 derajat celcius, bahkan bisa terjadi salju di sana.

       Ketika bangsa Israel melewati padang gurun “Petra” ini, mereka bersungut-sungut. Mengomel karena kurang makanan enak, tidak senyaman seperti di Mesir. Mereka marah karena tidak ada air dan haus. Mereka menjerit karena ular berbisa dan binatang buas. Tahukah Anda, mujizat terbanyak di Perjanjian Lama adalah ketika orang Israel bersama Musa di padang gurun. Mereka makan gratis manna selama 40 tahun, juga dikirim daging plus air gratis dari ketukan batu Musa. Belum lagi kasut yang tidak rusak dan penerangan tiang api serta kompas ajaib berupa tiang awan.

       Semua berkat Tuhan tersebut kurang begitu dirasakan dan disyukuri oleh umat Israel waktu itu. Mengapa? Karena mereka cenderung hanya melihat kesibukan sehari-hari dengan permasalahan yang ada. Bukankah hari ini banyak umat Tuhan seperti itu? Mengeluh, bersungut-sungut dan mengancam meninggalkan Tuhan apabila keinginannya tidak dituruti.

       Paulus mengingatkan jemaat Kolose untuk belajar memikirkan perkara yang di atas. Maksudnya bukan supaya orang Nasrani itu hidup dalam utopia atau idealisme atau mimpi belaka, tetapi justru sebaliknya Firman Tuhan mengajak dengan memiliki cara pandang surgawi akan memampukan kita melihat hidup ini secara lebih mendarat, lebih nyata, lebih jelas.

       Ketika kita hanya memikirkan perkara di bumi, maka kita cenderung berfokus kepada masalah yang ada dengan jargon: Apa yang saya dapat? Kenapa dia dapat lebih? Kenapa saya tidak dapat? Akhirnya pemikiran ini melahirkan sungut-sungut ketimbang syukur, kerakusan ketimbang mencukupkan diri, serta mengejar ambisi dan nafsu ketimbang melayani Tuhan dan menggenapkan tujuan kita hidup di dunia ini.

       Ketika kita memikirkan perkara surgawi, apa yang Tuhan kehendaki dan apa yang menjadi prinsip kebenaran, maka di sana kita dapat menilai realitas kehidupan ini dengan lebih terarah dan justru lebih mendarat. Kerangka berpikir rohani yang diajarkan Alkitab memampukan kita memperoleh hikmat Tuhan dalam menjalani hidup ini.

       Saat ini Anda dan saya dipanggil menyediakan waktu jeda dalam hidup ini untuk bersaat teduh, merenungkan prinsip kebenaran Firman Tuhan ini justru hidup kita lebih mendarat dengan realitas, dengan kehendak Tuhan dan dengan janji Tuhan. Amin.

BERPIKIR ROHANI TIDAK IDENTIK DENGAN IDEALISME MENG-AWANG AWANG, TETAPI JUSTRU SEBALIKNYA ADALAH CARA PALING MENDARAT DALAM MENJALANI HIDUP YANG BERHIKMAT

JEFF BPKR ROHANI

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

JET LAG ROHANI

JET LAG ROHANI

Roma 12:11

jetlag

 

       Anda pernah mengalami Jet Lag? jet lag adalah sejumlah efek psikis kelelahan akibat perjalanan lintas udara yang sangat cepat dan panjang melewati sejumlah zona waktu dan diakibatkan oleh gangguan ritme biologis dalam tubuh (circadian rhythms).

       Itulah yang saya rasakan setelah menempuh penerbangan sekitar 12 jam sejauh 9700 Km dengan perbedaan waktu tiba selisih 7 jam.  Dahulu saya sering mendengar istilah ini, tetapi sekarang barulah sadar dan merasakan yang namanya jet lag sangat tidak nyaman, terganggu dan serasa ingin tertidur di waktu yang tidak seharusnya.

       Tahukah Anda, umat Tuhan dapat mengalami yang namanya jet lag kerohanian? Inilah yang dialami oleh Elia ketika kehilangan keseimbangan rohani. Ia sangat sibuk dan luar biasa giat bagi Tuhan, namun kesibukan pelayanan tidak identik dengan kesehatan rohani. Konon salah satu teori mengenai keberadaan Gunung Horeb tempat Elia dipulihkan Tuhan adalah di Jebel al-Madhbah di Petra (sekarang Jordania). Tuhan memulihkan Elia lewat makanan, istirahat dan pertemuan (encounter) dengan Tuhan.

       Jet lag rohani dapat menimpa setiap orang percaya, entah karena orang tersebut mulai jarang saat teduh secara bermutu, terlalu banyak kegiatan keagamaan yang bersifat rutinitas atau pengalaman traumatik berhadapan dengan masalah baru dan besar. Orang yang terkena jet lag rohani sangat sensitif ketika pelayanannya tidak dihargai dan mendapat kritik pedas. Ia lebih menyukai makanan rohani instan yang banyak berbicara berkat ketimbang pertobatan. Ia tertidur dalam zona nyaman prestasi dan pujian dari pada waktu hening refleksi dan kerendahan hati. Ketika kita  kehilangan keseimbangan dalam kehidupan rohani, maka jet lag rohani dapat membuat seseorang berkecil hati, putus asa, hilang semangat dan merasa kelelahan secara mental juga fisik.

       Seperti halnya Tuhan memulihkan Elia di Petra, demikian orang-orang percaya dapat dipulihkan dari jet lag rohani ketika ia mau berhenti untuk sabat rohani. Waktu teduh bersama Tuhan-lah yang akan mempertajam visi, menguatkan iman dan menyegarkan kerohanian. Apakah Anda sedang jet lag hari ini? Mungkin saat inilah yang terbaik untuk PAUSE (berhenti) dari semua kesibukan diri dan mulai membuka hati bagi Tuhan lewat doa dan renungan rohani untuk diperbaharui, disegarkan dan dipertajam dalam kehendak-Nya. Amin.

 

 

ORANG YANG MENANTI TUHAN MENDAPAT KEKUATAN BARU … MEREKA BERLARI DAN TIDAK MENJADI LESU, BERJALAN DAN TIDAK MENJADI LELAH

 

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail