INGAT, TIDAK SELAMANYA ORANG DI ATAS

INGAT, TIDAK SELAMANYA ORANG DI ATAS

(Baca: Lukas 23:13-25)

 

 

 

       Dalam hidup ini peran dan fungsi kita adalah amanah Tuhan untuk menjalankan pelayanan dalam kebenaran. Tidak selamanya orang di atas, suatu saat ia akan ada di bawah.

       Inilah yang terjadi pada Marcus Pontius Pilatus (Πόντιος Πιλᾶτος)  penguasa di provinsi Yudea (tahun 26-36) pada jaman kaisar Tiberius, Romawi. Sebagai gubernur ke-5, ia membawahi 2400 tentara (5 pasukan cohort:@480×5 unit) dan satu unit ala (500 an tentara berkuda). Orang nomor satu di Yudea ini adalah penentu bagaimana provinsi dijalankan dan pengadilan diputuskan. Jabatannya begitu tinggi, yakni setingkat di bawah Kaisar Romawi.
Lelaki dengan karier puncak ini dikenal keras kepala, korupsi dan seperti biasa kebanyakan orang di dunia politik yang lebih mendengarkan suara massa dari pada kebenaran. Di masa pemerintahan Pilatus lah, Yesus Kristus disalibkan tahun 33. Bagaimana akhir hidup Pilatus?

       Sejarah mencatat ia memerintah 10 tahun sebagai Gubernur Yudea dan ketika terjadi pergantian kaisar dari Tiberius ke Caligula, ia dicopot dari jabatan sebagai Gubernur. Menurut Eusebius, ia meninggal bunuh diri atas perintah Kaisar dan konon mayatnya dibuang di sungai Tiber.

       Adalah mudah mencaci maki dan mengkutuki Pontius Pilatus dengan segala kesalahan dan kekejamannya, namun apabila kita ada di posisi nya, bisa jadi kita akan melakukan hal serupa bahkan lebih buruk lagi. Pontius Pilatus menjadi pengingat bagi setiap kita bahwa tidak selamanya orang di atas.

      Saat ini setiap jabatan, karier, harta, keluarga dan pelayanan adalah titipan Tuhan. Mari belajar waspada untuk tidak mengambil yang bukan milik kita. Mari membiasakan diri memutuskan sesuatu karena takut akan Tuhan. Mari melanjutkan hidup ini dari perspektif kebenaran sehingga apa yang kita tabur kelak kita tuai dengan sukacita. Kiranya Tuhan menolong kita. Amin.

ENGKAU TIDAK MEMPUNYAI KUASA APAPUN JIKALAU TIDAK
DIBERIKAN DARI ATAS

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

TIPS MENYIKAPI TERORISME

TIPS PRAKTIS FIRMAN TUHAN MENYIKAPI TERORISME

(Baca: Matius 24:4)

Untitled design

      Mei 2018, Indonesia digoncangkan oleh aksi teroris menyembelih polisi di MAKO BRIMOB Kelapa Dua, Jakarta (08 Mei 2018) hingga bom bunuh diri di beberapa gereja dan kantor Polisi di Surabaya (13 Mei 2018). Mirisnya, para pelaku teroris ini ada juga wanita dan anak-anak.

       Ada dua hal yang perlu kita cermati, pertama adalah tujuan teroris adalah membuat teror dengan menebar rasa takut, cemas, benci dan dendam untuk mencapai cita-cita politis baik itu berupa berkuasanya negara dan pemerintahan paham/ideologi tertentu.

       Kedua, adalah aksi terorisme melibatkan seisi keluarga yang dikorbankan. Di Indonesia cara ini terbilang baru, namun tidak halnya yang terjadi di Timur Tengah. Kendati demikian persiapan “pengantin” (istilah pelaku teroris siap mati) di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung beberapa dekade dan bersifat masif di kampus, tempat ibadah, dan perkumpulan organisasi.

       Aksi radikal menyebut diri mereka menyembah Tuhan dengan mengorbankan anak pun sebenarnya bukan barang baru. Di benua Amerika, dahulu suku Inca mengorbankan manusia dengan diambil jantungnya untuk dipersembahkan kepada yang mereka sebu Sang Ilahi. Di Amon (sekarang wilayah Amman, Jordania) jaman purba pernah ada kebiasaan bayi di letakkan di atas tangan patung berhala yang merah membara karena panas sebagai korban. Di Yerikho (sekarang wilayah konflik Israel Palestina) pun ada kebiasaan serupa di masa lampau mempersembahkan anak sulung hingga bungsu untuk dewa yang diyakini sebagai Tuhan.

       Itu sebabnya Yosua mengatakan, “Terkutuklah orang [demikian]…” (Yosua 6:26). Yosua adalah gambaran aparat penegak hukum yang ditunjuk Tuhan untuk menyapu bersih praktik kekejian dan budaya sesat ini. Mereka membunuh keluarganya sendiri atas nama Tuhan.

            Bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini?

  1. Jangan membalas kebencian, kejahatan dan kekerasan dengan hal serupa, sebab itulah yang ditunggu oleh dalang penggerak terorisme ini. Masih banyak simpatisan dan pengikut pasif terorisme di sekitar kita yang belum terbuka atau sadar dengan kebenaran, kasih dan kehidupan. Zaman Yesus, sudah ada teroris Teudas dan Barabas di pemerintahan Romawi. Petrus hampir saja ikut jadi teroris “lonewolf” dengan membawa pedang dan melakukan kekerasan (Yohanes 18:10), namun Yesus menegur Petrus karena itu bukan bagiannya. Aparat penegak hukum lah yang ditunjuk Tuhan untuk membalas dan menyapu bersih teroris (Roma 13:4).
  2. Jagalah jari jemari Anda mengetik, mem posting ulang foto dan video kekejaman teroris. Itulah cara mereka menarik pengikut dan simpatisan untuk jadi radikal. Pikir ulang sebelum memberikan komentar di dunia maya. Apakah hal ini semata karena reaksi emosi kita? Apakah komentar ini membangun? Lebih baik mana, memposting perlakuan manusiawi terhadap terorisme dan keluarganya (walau tidak populer karena banyak netizen berkomentar, “tembak”, “dor” saja, dst.) dan hal positif lain seperti Indonesia Bersatu, Jaga NKRI, atau menampilkan isi negatif kebencian dan kekerasan?
  3. Lakukan aktivitas seperti biasanya, entah bekerja sebagai pegawai bank, berdagang, mengajar di dunia pendidikan, atau apapun yang penting benar dan membangun. Inilah yang disebut proses Resilience, kemampuan untuk pulih melewati masa sulit. Gambarannya seperti pohon kelapa di tepi pantai yang elastis melewati angin kencang. Pohon itu tetap hidup, bertumbuh dan berkembang sehat melewati terpaan masalah.
  4. Terakhir adalah deteksi dini. Ingatlah bahwa penyesatan itu akan selalu menjadi virus di agama manapun. Bukankah Yesus berkata, “Waspadalah…!” Lindungi diri Anda dari kubangan kebencian dan kekerasan. Perhatikanlah keluarga termasuk anak-anak kita dari informasi yang mereka dapat baik itu di lingkungan pergaulan, dunia internet maupun tempat ibadah sekalipun. Ingatlah para pelaku aksi terorisme saat ini banyak sekali anak-anak! Hadirlah di lingkungan berbeda agama, suku dan ras dan mungkin tanpa kita sadari di antara mereka adalah simpatisan pasif terorisme dan mengalami bahwa ternyata kita tidak seperti yang selama ini didoktrinasi oleh dalang teroris. Toleransi antar umat beragama bukan berarti semua harus ikut agama tertentu, namun saling menghargai dan mengasihi sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan.

       Mari kita menaikkan doa bagi keluarga yang menjadi korban aksi terorisme belakangan ini. Mari kita menaikkan doa agar di bumi Indonesia bukan tumbuh kebencian, kekerasan dan perpecahan apalagi kekacauan; namun sebaliknya justru kasih, pemulihan, kesatuan dan keteraturan bisa bertumbuh subur di bumi Indonesia kita. Kiranya Tuhan menolong kita semua. Amin.

MENGAMPUNI TERORIS ADALAH URUSAN KITA DAN TUHAN, MEMPERCEPAT TERORIS BERTEMU SANG PENCIPTA ADALAH URUSAN APARAT PENEGAK HUKUM

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KOQ DISEBUT BAHAGIA?

KOQ DISEBUT BAHAGIA?

(Baca: Matius 5:1-12)

fotorcreated-1

 

       Pernakah Anda bertanya-tanya mengapa khotbah Yesus Kristus di bukit Arbel disebut Ucapan Bahagia? Padahal apabila dikaji lebih dalam, konteks pada waktu itu adalah orang-orang Israel sedang dijajah oleh Romawi. Mengapa disebut bahagia justru ketika ketika keadaan miskin, dukacita, lapar, lemah dan bahkan dianiaya? 

       Orang yang miskin (jasmani atau rohani) tidak mungkin bahagia apabila selalu membandingkan diri dengan kekayaan orang lain. Orang yang terluka dapat dipulihkan oleh Tuhan. Orang yang lemah lembut tidak mungkin bahagia apabila terbersit kerakusan untuk selalu mau lebih.

       Demikian pula dengan aspek lapar rohani tidak akan terpuaskan apabila dipenuhi dengan nafsu kedagingan. Orang yang suka memberi tidak akan bahagia apabila disertai dengan pamrih. Orang yang suci menikmati kebahagiaan lewat kedekatan dengan Pencipta. Orang yang berusaha membawa perdamaian tidak pula bahagia apabila hidupnya bermusuhan dengan Allah. Orang yang dianiaya sekalipun akan bahagia apabila memiliki motivasi menjalankan misi hidup untuk kekekalan.

       Jelas bahwa maksud kata “bahagia” bukan perihal reaksi terhadap sebuah keadaan tetapi menciptakan aksi dari cara pandang hidup Firman Tuhan. Ini bukan perihal mendapatkan semua yang kita inginkan, melainkan sebuah keyakinan bahwa Tuhan yang memegang hari esok sanggup memelihara hidup Anda dan saya.  Kebahagiaan adalah cara pandang menjalani hidup bersama Tuhan. Anda ingin bahagia? Mulailah dari Tuhan. Amin.

ANDA INGIN MENEMUKAN ARTI BAHAGIA SEJATI?

MULAILAH DARI TUHAN

arbel

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail