SEKELUMIT WORK FROM HOME

STRESS NYA WORK FROM HOME

(Baca: Lukas 10:38-42)

 

 

       Dalam salah satu percakapan dengan teman-teman di ikatan alumni sekolah, ada seorang yang kesulitan mengikuti pertemuan ilmiah on line karena gadget dipakai anaknya sekolah siang itu. Kemudian seorang teman berkelakar, “Ada istilah WFH, Work From Home. Ada istilah SFH, School From Home. Bila digabung jadilah kita dalam keadaan AFH, artinya Amsiong (luka dalam) From Home.” Biaya kuota internet jadi mahal. Komputer hanya satu. Tagihan listrik membengkak. Iya itulah sekelimut keribetan dan hingar bingar new normal di tengah global pandemik Covid 19. Ada yang frustasi, stress, kewalahan, hingga ekses gangguan mental lainnya.

       Frustasi, kuatir dan kecewa itulah yang dialami Marta ketika Work From Home. Konteksnya Yesus datang ke rumah Maria dan Marta untuk bertamu. Mereka sangat gembira dan menyambut tamu kehormatan di rumahnya. Maria duduk manis dan mendengarkan Firman Tuhan sementara Marta sibuk di dapur dengan maksud menyediakan makanan terbaik menyambut tamu istimewa. Sebenarnya tidak ada motivasi yang salah dari keduanya. Mereka mengasihi dan menghargai Yesus di dalam rumahnya.

       Masalahnya terjadi ketika Marta Work From Home tidak disertai dengan keseimbangan dan prioritas. Di sinilah Marta burn out yang berakibat kelelahan, stress, merasa sendiri dan kuatir tidak bisa menghasilkan pekerjaan yang terbaik. Yesus menegur Marta bukan dengan maksud tidak usah kerja tetapi prioritas utama dalam hidup adalah makanan rohani alias Firman Tuhan. Yesus tidak mengatakan bahwa manusia tidak usah bekerja dan hanya berdoa dan sembahyang. Tidak. Justru tujuan awal penciptaan adalah manusia bekerja menghasilkan karya.

       Jadi apa maksud perkataan Tuhan Yesus terhadap Marta? Keseimbangan dan prioritas menolong manusia menjalani hidup dengan baik. Seimbang antara bekerja dan bermain (refreshing). Prioritas membuat kita meletakkan yang penting terlebih dahulu. Manusia bukan hanya hidup dari makanan jasmani tetapi juga rohani. Inilah hidup sehat ala Firman Tuhan.

            Suatu kali Profesor masuk di kelas dengan murid-murid yang sudah siap belajar. Profesor ini meletakkan aquarium besar di tengah meja. Ia mengisi dengan batu besar, kemudian memasukkan batu batu kecil hingga bibir aquarium sambil bertanya, “Apakah aquarium ini sudah penuh?” Jawab para murid, “Sudah!”. Kata Profesor tersebut, “Salah!” Kemudian ia memasukkan pasir ke dalam aquarian tersebut. “Apakah sudah penuh?” Tanya Profesor ini. Para murid agak ragu. Ada yang mengatakan sudah dan belum. Profesor ini mengatakan, “Ya benar. Belum”. Kemudian ia mengisi lagi air hingga penuh. “Pelajaran apa yang kita petik?” Tanya Profesor itu? Ia melanjutkan, “Letakkan batu besar terlebih dahulu agar semuanya (batu kecil, pasir, air) bisa masuk dalam aquarium. Itulah prioritas.”. Siapakah batu besar dalam hidup manusia? Ya benar! Tuhan. Itu sebabnya Yesus memuji Maria yang telah memilih bagian yang terbaik. Kiranya Tuhan menolong kita belajar seimbang dan menaruh prioritas entah Work From Home atau pun School From Home. Yang penting jangan sampai Amsiong From Home.

 

KESEIMBANGAN DAN PRIORITAS MENOLONG MANUSIA MENJALANI HIDUP DENGAN BAIK

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

PAPA JANGAN MINTA KBRI JEMPUT!

ANAK: “PAPA JANGAN MINTA KBRI JEMPUT!

(Baca: Amsal 22:6)

transfer

 

       Baru-baru ini dunia media massa digegerkan dengan ulah oknum wakil rakyat yang minta “jatah” layanan fasilitas transport dan tempat tinggal dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di luar negeri untuk kepentingan pribadi anaknya.  Inilah potret carut marut antara penyalah gunaan kekuasaan dengan kekuatiran berlebihan dari orang tua kepada anaknya.

       Apa kata Firman Tuhan mengenai mendidik anak/generasi muda? Tuhan mengasihi dan perduli dengan anak-anak sebagai pribadi yang berharga. Ketulusan, keterbukaan dan kemauan untuk diajar di dalam kebenaran adalah modal dasar menjadi pribadi yang utuh dan sehat. Di sinilah pentingnya peran orang tua mengajar, mengingatkan Firman Tuhan dan mendoakan.

       Mendidik anak atau generasi muda bukan perkara gampang. Dibutuhkan keseimbangan dan dasar yang kuat untuk mendampingi pribadi menjadi dewasa. Seorang anak tidak akan tumbuh memiliki mental dan kepribadian yang baik hanya dengan fasilitas makanan, uang dan pakaian.

       Seorang dosen di universitas ternama di Indonesia mengambil resiko menugaskan mahasiswa/i-nya ke luar negeri tanpa ikut tour, tanpa dijemput alias semuanya urus sendiri dan pergi sendirian. Bagi banyak orang tua tentu kuatir tetapi kurikulum ini sebenarnya membentuk rasa percaya diri, membuka wawasan lebih luas, mengajar dinamis dalam perkembangan jaman.

       Berlebihan kasih sayang, perhatian dan terlalu dimanja akan merusak pribadi anak.  Sebaliknya, anak-anak yang terlalu dibiarkan bertumbuh dengan sendirinya tanpa kehangatan kasih sayang orang tua, keteladanan dan pendampingan akan menjadi sasaran empuk predator dunia.

       Hari ini selagi masih ada kesempatan, doakan anak/generasi muda Anda. Ajar mereka tentang kebenaran Firman Tuhan. Berikan teladan dan dampingi bagaimana menghadapi lika liku kehidupan. Jika waktunya sudah tiba, relakan mereka untuk lepas “terbang” mandiri. Spontan anak  berkata, “Papa, jangan minta KBRI jemput saya!”

 

ORANG TUA YANG BEKERJA KERAS MENDIDIK ANAKNYA DI DALAM TUHAN SEDANG MEMBERI HAL YANG LEBIH BAIK DARI FASILITAS UANG DAN HARTA

Mendidik Anak

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

RACUN MEMANG MEMATIKAN

RACUN ITU MEMANG MEMATIKAN

(Baca:II Raja-raja 4:38-41 )

racun

       Apakah Anda pernah keracunan makanan? Saya pernah! Walau kadarnya tidak besar. Hari itu setelah pulang dari pelayanan, saya kembali ke pastori (tempat tinggal rohaniwan). Saya menggoreng makanan dari kulkas beku. Entah kadaluarsa atau memang kualitasnya jelek, setelah menyantap makanan tersebut, badan saya jadi gatal dan bintik-bintik merah pertanda reaksi penolakan tubuh terhadap benda asing. Terakhir saya mendapat informasi dari dokter bahwa saya keracunan makanan.

       Keracunan makanan itu tidak enak karena kalau dibiarkan akan tubuh lemas, mual, muntah dan bisa jadi mematikan fisik. Inilah yang dialami oleh kumpulan rohaniwan yang sedang gotong royong membangun pastorium (tempat tinggal untuk para rohaniwan). Makanan disediakan hasil dari memetik sayuran liar yang tidak dikenal oleh mereka.

       Kalau bahasa Indonesia disebut labu liar, tetapi dalam bahasa Inggris bisa memiliki makna sebagai labu liar atau kentang atau anggur, yakni semua jenis tanaman merambat yang bertumbuh dengan sendirinya. Alhasil terjadi keracunan massal akibat makanan beracun dari tanaman tersebut. Elisa mengadakan mujizat Tuhan dengan melemparkan tepung ke dalam soup beracun itu. Semua makan lagi dan semua sehat bugar.

       Makanan beracun bisa mematikan manusia. Agar manusia yang memakannya tetap sehat, makan racun tersebut harus dienyahkan entah dibuang, dinetralisir atau diganti baru. Sama halnya kehidupan orang percaya, manusia rohani yang belum membereskan racun dosa dan terus berkanjang di dalam dosa akan menghancurkan sisi rohani hingga sisi fisik.

       Dosa yang belum dibereskan adalah seperti racun yang akan menghalangi kita dipakai oleh Tuhan. Racun itu akan membuat kita menjadi batu sandungan dari pada menjadi saluran berkat. Mungkin hanya Tuhan dan diri pribadi-lah yang tahu racun apa yang perlu kita bereskan. Bukan sekedar minta ampun dalam doa, ada kalanya itu adalah mengubah gaya hidup, cara pandang dan kebiasaan seperti: menonton film porno, mendengar lelucon jorok, membaca bacaan yang sadis, dst. Kiranya Tuhan menolong kita hidup kudus dan murni di hadapan-Nya. Amin.

HIDUP KUDUS BUKAN PERKARA KONSEP TETAPI USAHA KERJA KERAS MENGHARGAI ANUGERAH TUHAN SETIAP HARI

kudus

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

PETRA: PERKARA DI ATAS

PETRA:

PIKIRKANLAH PERKARA DI ATAS

(Baca: Kolose 3:1-4)

pemandangan petra

       Siapa bilang di padang gurun itu udaranya hanya panas dan gersang? Saya dahulu berpikir juga demikian. Tahukah Anda bahwa di perjalanan Musa melewati padang gurun atau yang dikenal Wadi Musa adalah tempat yang unik dan indah. Di Wadi Musa bukan hanya panas menyengat, tetapi pada saat musim dingin udaranya kisaran 10 hingga 2 derajat celcius, bahkan bisa terjadi salju di sana.

       Ketika bangsa Israel melewati padang gurun “Petra” ini, mereka bersungut-sungut. Mengomel karena kurang makanan enak, tidak senyaman seperti di Mesir. Mereka marah karena tidak ada air dan haus. Mereka menjerit karena ular berbisa dan binatang buas. Tahukah Anda, mujizat terbanyak di Perjanjian Lama adalah ketika orang Israel bersama Musa di padang gurun. Mereka makan gratis manna selama 40 tahun, juga dikirim daging plus air gratis dari ketukan batu Musa. Belum lagi kasut yang tidak rusak dan penerangan tiang api serta kompas ajaib berupa tiang awan.

       Semua berkat Tuhan tersebut kurang begitu dirasakan dan disyukuri oleh umat Israel waktu itu. Mengapa? Karena mereka cenderung hanya melihat kesibukan sehari-hari dengan permasalahan yang ada. Bukankah hari ini banyak umat Tuhan seperti itu? Mengeluh, bersungut-sungut dan mengancam meninggalkan Tuhan apabila keinginannya tidak dituruti.

       Paulus mengingatkan jemaat Kolose untuk belajar memikirkan perkara yang di atas. Maksudnya bukan supaya orang Nasrani itu hidup dalam utopia atau idealisme atau mimpi belaka, tetapi justru sebaliknya Firman Tuhan mengajak dengan memiliki cara pandang surgawi akan memampukan kita melihat hidup ini secara lebih mendarat, lebih nyata, lebih jelas.

       Ketika kita hanya memikirkan perkara di bumi, maka kita cenderung berfokus kepada masalah yang ada dengan jargon: Apa yang saya dapat? Kenapa dia dapat lebih? Kenapa saya tidak dapat? Akhirnya pemikiran ini melahirkan sungut-sungut ketimbang syukur, kerakusan ketimbang mencukupkan diri, serta mengejar ambisi dan nafsu ketimbang melayani Tuhan dan menggenapkan tujuan kita hidup di dunia ini.

       Ketika kita memikirkan perkara surgawi, apa yang Tuhan kehendaki dan apa yang menjadi prinsip kebenaran, maka di sana kita dapat menilai realitas kehidupan ini dengan lebih terarah dan justru lebih mendarat. Kerangka berpikir rohani yang diajarkan Alkitab memampukan kita memperoleh hikmat Tuhan dalam menjalani hidup ini.

       Saat ini Anda dan saya dipanggil menyediakan waktu jeda dalam hidup ini untuk bersaat teduh, merenungkan prinsip kebenaran Firman Tuhan ini justru hidup kita lebih mendarat dengan realitas, dengan kehendak Tuhan dan dengan janji Tuhan. Amin.

BERPIKIR ROHANI TIDAK IDENTIK DENGAN IDEALISME MENG-AWANG AWANG, TETAPI JUSTRU SEBALIKNYA ADALAH CARA PALING MENDARAT DALAM MENJALANI HIDUP YANG BERHIKMAT

JEFF BPKR ROHANI

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail