PURA PURA MERDEKA

PURA PURA MERDEKA

(Baca: Roma 8:1-11)

 

 

       Setiap tahun di bulan Agustus, Indonesia merayakan hari Kemerdekaan. Setiap tahun pula para pelajar, Tentara Nasional Indonesia dan Aparatur Sipil Negara mengadakan upacara untuk menekankan hari istimewa ini. Apakah sesungguhnya kita sudah, akan atau sedang merdeka? Semua jawaban ini bergantung dari cara pandang setiap orang. Jawabannya adalah Ya, untuk merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang 1945. Tidak, untuk mereka yang masih suka korupsi mengambil uang negara dan untuk mereka yang berusaha mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah kita bisa benar-benar merdeka?

       Kitab Suci membuka terang-terangan bahwa selama manusia diperbudak oleh dosa, maka tidak peduli jabatan setinggi apapun, pendidikan sebanyak bagaimanapun, dan pengalaman sebesar apapun hanya akan membawa pada kepura-puraan merdeka. Sangat banyak orang yang pura-pura merdeka berjubah agama dan sering pergi ke tempat ibadah hatinya dipenuhi dengan kebencian dan saling sikut untuk merebut posisi. Banyak yang berteriak “Merdeka..!”, tetapi sekaligus mengumpat, “Bakar dan bunuh karena berbeda dengan kita.!”

       Kemerdekaan sejati dimulai dari pertobatan untuk melakukan yang benar. Paulus menyebut orang percaya dimerdekakan oleh Kristus Yesus dari belenggu dosa untuk hidup dalam damai sejahtera dengan Pencipta. Hati yang baru untuk kebenaran inilah awal kemerdekaan. Berbahagia lah orang yang mencari kebenaran dari pada bertanya: Agamanya apa?

       Hari ini apakah Anda sudah merdeka? Apakah bangsa Indonesia tercinta sedang merdeka? Jawaban itu dapat diukur dari seberapa besar pribadi dan masyarakat mau hidup dalam kebenaran. Tidak usah jauh-jauh dan rumit membahas teologi dengan teori super rumit, tetapi bisa dilihat dari hal praktis seperti: membuang sampah pada tempatnya; kejujuran ketika tidak ada yang melihat; membangun dari pada merusak; memikirkan kepentingan bersama dari pada cari untung sendiri, dsb. Kemerdekaan sejati hanya ketika Tuhan menjadi pusat hidup kita dan kebenaran bagian dari gaya hidup kita. Kiranya Tuhan menolong kita semua. Amin.

 

KEMERDEKAAN SEJATI HANYA KETIKA TUHAN JADI PUSAT HIDUP DAN KEBENARAN MENJADI GAYA HIDUP

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

MANIA SELFIE

MANIA SELFIE

(Baca: Markus 7:14-23)

selfie

       Anda pernah menjumpai keadaan seperti ini? Ketika mau makan, difoto; sedang berada di objek wisata, difoto; sedang bersama teman, difoto; bahkan hampir semua kegiatan tidak lupa di foto. Ya, itulah yang disebut mania “selfie”.

       Pemerintah Rusia baru saja mengeluarkan peraturan agar waspada bagi para penggila selfie, pasalnya sudah dijumpai ratusan kasus orang yang mania selfie dan akhirnya mencederai bahkan menelan korban nyawa. Gara-gara mania selfie di jalan raya, ditabrak kendaraan. Akibat selife di atas bukit tinggi dan terjal, akhirnya jatuh.

150708135914-russia-selfie-brochure-large-169

       Mania selfie sebenarnya berkaitan dengan dinamika psikologi seseorang untuk menjadi populer.  Doktor Mitch Prinstein dari University of North Carolina at Chapel Hill, Amerika Serikat (July 2015)  menjelaskan bahwa ada banyak data penelitian tentang Psikologi Populer mengenai keadaan seseorang pada posisi ditolak, kontroversi, terabaikan dan terkenal. Apa yang dialami seseorang di masa kecil entah itu populer/tidak populer akan berpengaruh bagaimana bersikap ketika dewasa, baik di  pekerjaan, keluarga maupun  lingkungan sosial.

       Apakah mania selfie sebenarnya menunjukkan narsis atau rendah diri? Apa kata Firman Tuhan?  Yesus mengingatkan agar waspada terhadap motivasi dari dalam hati, seperti pikiran jahat, kesombongan, kelicikan, keserakahan, hawa nafsu dsb. (Markus 7:14-23). Prinsip dasar selfie yang benar terletak pada motivasi hati.

       Mau selfie? Boleh-boleh saja, namun ada baiknya kita bertanya: Apakah ini berguna dan menjadi berkat buat orang lain? Apakah sifatnya membangun untuk kebaikan? Apakah dengan memuat ini nama Tuhan dipermuliakan? Apakah ini sopan, baik, benar? Hanya Tuhan dan diri sendiri yang tahu motivasi hati. Kiranya Tuhan menolong kita hidup berkenan di hadapan-Nya. Amin.

Kata orang, “Kita boleh berbuat apa saja yang kita mau.” Benar! Tetapi tidak semua yang kita mau itu berguna. “Kita boleh berbuat apa saja yang kita mau” –tetapi tidak semua yang kita mau itu membangun kehidupan kita. – Paulus.

Selfie

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

HUKUM POTONG TANGAN: MASIH RELEVANKAH?

Hukum Potong Tangan: Masih Relevankah?
Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu bisnasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.  Matius 5:30
Saya teringat sebuah peristiwa pertengahan bulan Juni 2005 siaran Metro TV menampilkan wawancara seorang yang dihukum cambuk karena melakukan pelanggaran hukum syari’ah Islam di daeran Aceh Nangroe Darussalam.  Di perlihatkan bagaimana sekitar 3000 orang berkumpul di lapangan terbuka.  Kemudian orang yang bersalah dicambuk dengan sangat keras sesuai dengan ketentuan berlaku.  Saya melihat di gambar koran KOMPAS juga memperlihatkan keadaan hukuman berjalan.  Ada wajah-wajah orang yang merasa kasihan, merasa tidak suka dengan wajah yang berkerut.  Ada juga yang senang, ketawa, bahkan mencibir.
Semenjak usulan berbagai tempat menerapkan syari’ah Islam terdapat berbagai konflik.  Pasalnya, mereka berpikir: Bagaimana dengan hukuman potong tangan, potong kaki bahkan cungkil mata?  Mungkin di Indonesia nantinya banyak orang cacat.
Matius 5:30, menceritakan bagaimana Yesus mengajarkan etiket hidup rohani dan mengatakan: “Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tumbuhmu dengan utuh masuk neraka.”  Apakah maksud ini sama dengan syari’ah Islam itu?
Jawabannya tidak.  Maksud ayat ini adalah mengingatkan jangan sampai ketidaksanggupan orang percaya mengendalikan diri membuatnnya tersandung dan hidupnya hancur.  Yesus mengajarkan bagaimana orang percaya harus belajar hidup menurut Roh dan bukan menuruti kedagingan.
Hidup kedagingan di Galatia 6:19-21 ditunjukkan sebagai: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora.
Hidup dalam Roh adalah kasih, sukcacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal.6:22-23).   Orang yang hidup dalam Roh berarti dipimpin dan hidupnya dikendalikan oleh Tuhan.
Hukum Potong tangan adalah hukum yang dulunya banyak diterapkan di Timur Tengah agar kecenderungan manusia berdosa dapat ditekan sekeras mungkin.  Pertanyaannya adalah mungkinkah ini atau justru menimbulkan akal-akalan dalam berbuat dosa dengan cara yang lebih lihai?  Jawabannya mungkin perlu perdebatan.
Pengertian dari kalimat di Matius 5 haruslah dimengerti sebagai kiasan.  Mengingat pemahaman bahwa Yesus datang justru untuk menggenapkan Taurat, jelaslah bahwa bukan pemahaman hurufiah yang harus ditafsirkan.  Setiap orang yang percaya bukan saja mendapat anugerah hidup tetapi juga dipimpin menjadi anak-anak Allah dan dimampukan Roh Kudus untuk hidup dalam kebenaran.  Marilah kita belajar “memotong tangan, kaki, mata,bila perlu menyalibkan seluruh tubuh” (baca: belajar mengendalikan diri dan hidup dalam Firman Tuhan) agar boleh memiliki hidup yang berkenan di hadapan Tuhan.  Memang tidak mudah, tetapi bukan mustahil lagi.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail