SKANDAL PENISTAAN AGAMA

SKANDAL PENISTAAN AGAMA

(Baca: Yohanes 19:7)

 

       Skandal penistaan agama bukan barang baru dalam sejarah. Pernah terjadi di jaman Yesus hidup kisaran tahun 33 Masehi dimana Imam Besar Yusuf Kayafas dan kelompoknya yang menuduh Yesus menista agama Yahudi dan disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Pontius Pilatus wilayah Yudea.

       Ada beberapa kejanggalan dalam konteks pengadilan agama memutuskan Yesus dihukum mati. Pertama adalah dilakukan pada malam sebelum memasuki hari raya terbesar agama Yahudi, Paskah. Biasanya di waktu tersebut setiap keluarga terkhusus diharapkan keluarga Imam Besar menjadi teladan  berada di rumah, introspeksi diri dan keluarga sambil mempersiapkan Paskah yakni Tuhan membebaskan umat Israel dari penjajahan Mesir.

       Kedua, pengadilan agama biasa dilakukan di Lishkat La Gazit dan bukannya di rumah pribadi Imam Besar (Lukas 22:54). Kenapa? Agar manuver politik berjalan lancar tanpa pihak-pihak yang tidak setuju seperti Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea.

       Ketiga, pengambilan keputusan tingkat atas harus lewat kuorum 72 orang anggota Sanhedrin. Apakah memungkinkan memanggil 72 orang tengah malam mendekati hari raya terbesar? Kayafas melakukan manuver terakhir dengan mendesak pemerintah di bawah Pilatus agar Yesus dihukum mati. Pilatus mulai menjabat gubernur di Yudea (26-36 Masehi) pada saat Kayafas sudah 12 tahun menjadi Imam Besar. Kayafas tentu saja memegang pengaruh massa yang besar. Itulah sebabnya Pilatus cuci tangan dan ikut skandal penyaliban Yesus atas tuduhan penistaan agama Yahudi.

       Iri, benci dan dengki para tokoh agama yang kemudian melahirkan rencana untuk membunuh Yesus dengan alasan yang kelihatan rohani (Matius 26:3,4; Markus 14:1-2; Lukas 22:2; Yohanes 11:50). Bagaimana akhir hidup Kayafas? Saya belum dapat data jelas selain ditemukan kuburannya. Namun sejarah mencatat tidak lama setelah Pontius Pilatus dicopot, Kayafas juga dicopot dari jabatan Imam.

       Jabatan agama tidak membuat orang jadi suci. Tahu banyak tentang Kitab Suci tidak berarti hidupnya benar. Mari kita belajar semakin dipercayakan Tuhan jabatan, harta, kekuasaan, pengaruh untuk menggunakan dengan benar bukan memanfaatkan karena ego dan nafsu. Hanya Tuhan yang tahu. Kiranya Tuhan menolong setiap kita hidup menjalankan amanah Nya dengan benar. Amin.

 

 

PERGILAH, JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURIDKU DAN BAPTISLAH MEREKA DALAM NAMA BAPA DAN ANAK DAN ROH KUDUS, DAN AJARKAN MEREKA MELAKUKAN SEGALA SESUATU YANG TELAH KUPERINTAHKAN KEPADAMU. KETAHUILAH, AKU MENYERTAI KAMU SENANTIASA SAMPAI KEPADA AKHIR ZAMAN.

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

PELAYAN WARUNG DI USIA 93

PELAYAN WARUNG DI USIA 93 TAHUN

Roma 14:1-12 

Makan

       Koran Yomiuri Jepang baru saja mengupas kisah seorang nenek yang masih produktif di usia senja. Yae Yamagashi yang berusia 93 tahun adalah pelayan warung rumahan di Maruken Musashino, Tokyo Barat. Bermula dari tahun 1960 ketika ia dan almarhum suaminya membuka warung rumahan, Yamagashi menjual nasi hangat berisi daging (Tonkatsu) dengan menu tambahan sayuran atau telur.

       Kini bersama anaknya yang berusia 67 tahun, Yamagashi tetap menekuni bidang kuliner tersebut  di tempat yang sama dan harga merakyat (rumahan). Warung rumahan yang berisi 14 meja itu kerap kali penuh sesak saat jam makan siang. Ketika ditanya, “Apa nenek ada rencana untuk pensiun?” Dengan mengenakkan celemek (apron), Yae menjawab, “Selama pelanggan tetap datang, saya mau terus bekerja.”  

       Yae       Semangat hidup nenek Yae Yamagashi patut diacungi jempol. Ia membuat hidupnya tetap berarti dan produktif, baik bagi dirinya sendiri maupun memberkati komunitasnya. Hari ini banyak orang menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak produktif mulai dari gosip, saling menjelekkan, memfitnah, hingga berbicara hal-hal negatif tentang orang lain. Waktunya dihabiskan untuk hal-hal kontra produktif atas nama nafsu dan prasangka.

       Paulus mengingatkan umat di kota Roma pada waktu itu agar tidak takabur menjalani hidup yang sesaat ini. Hidup manusia adalah milik Tuhan dan akan dipertanggungjawabkan kelak dalam kekekalan. Apabila kita masih diberi kesempatan hidup, itu artinya ada hal-hal yang Tuhan mau kita kerjakan. Bisa jadi itu berupa doa, pelayanan, persembahan, atau hal spesifik lain yang Tuhan titipkan dalam diri kita. 

       Kalau nenek Yae bersemboyan, “Selama pelanggan tetap datang, saya mau terus bekerja” maka mari kita memiliki semboyan hidup, “Selama Tuhan masih mempercayakan hidup ini, saya mau terus bekerja bagi-Nya.” Amin.

 

SELAMA TUHAN MASIH MEMPERCAYAKAN HIDUP INI, SAYA MAU TERUS BEKERJA BAGINYA

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail