YARMULKE: TANDA MENGHORMATI TUHAN


YARMULKE:
TANDA MENGHORMATI TUHAN
(Baca: Kejadian 21:1-7; Galatia 6:15)
Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah. Roma 2:29
Pernakah Anda mendengar istilah Yarmulke?  Ini adalah topi kecil yang disematkan di atas kepala sebagai simbol menghormati Allah (honoring God).  Yarmulke atau Kippah/Kipa biasa dipakai oleh orang laki-laki Yahudi sejak muda.  Mereka yang memakai Kippa dipandang sebagai orang yang saleh.
Budaya Israel, khususnya tradisi Yahudi dalam pemakaian Yarmulke sangat menarik dan memiliki pengertian yang mendalam.  Kita perlu terus mengingatkan dan diingatkan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.  Pemakaian Yarmulke adalah salah satu cara simbolis untuk mengingatkan kita agar senantiasa hidup di dalam Tuhan.  Namun, apabila simbol Yarmulke hanya sekedar di luar dapat tanpa diikuti dengan sikap hati yang saleh, maka topi kecil di kepala justru dapat menjadi kemunafikan dan hal yang tidak ada gunanya.
Abraham adalah salah satu contoh terbaik di kalangan Yahudi, Islam maupun Nasrani tentang kesalehan hidup.  Abraham menghormati Tuhan dengan keluarganya, pekerjaannya, dan bahkan seluruh hidupnya.  Abraham menyunatkan Ishak pada hari ke delapan setelah Ishak lahir sebagai simbol perjanjian Tuhan dengan umat-Nya.  Disunat pun adalah simbol kesalehan di Perjanjian Lama.  Namun, apakah berarti orang yang tidak disunat itu tidak saleh dan orang yang bersunat pasti hidupnya dipandang saleh?  Jawabannya adalah belum tentu.
Sunat adalah ekspresi luar dari sikap hati yang mau percaya dan taat kepada Tuhan. Sunat adalah bentuk luar penampakkan saleh.  Intinya bukan terletak pada perbuatan sunat, tetapi pada sikap hati percaya dan mengikut Tuhan.  Abraham dibenarkan bukan karena sunatnya, tetapi karena imannya. 
Hal yang paling penting di dalam sikap menghormati Tuhan adalah sunat rohani, yakni sunat hati dan telinga.  Sunat yang dilakukan di dalam hati lewat pertobatan dan bukan ritual keagamaan atau sekedar religi simbolik.  Tuhan menghendaki setiap orang percaya yang mau beriman kepada Allah menyunatkan diri secara rohani lewat pertobatan dan iman kepada Isa Almasih/Yesus Kristus/Yesua HeMashiach (Kolose 2:11).
Abraham dibenarkan Allah karena imannya bukan karena perbuatan sunat.  Perihal sunat atau tidak sunat bukan lagi menjadi masalah hidup manusia yang diperkenan Tuhan. Paulus memaparkan dengan sangat gamblang bahwa orang Yahudi yang asli, tulen, sejati adalah mereka yang bersunat secara rohani bukan hurufiah.  Seseorang bersunat baik adanya, tidak bersunat juga tidak salah (I Korintus 7:18, bdk.Galatia 5:6; 6:12,15; Kolose 3:11; Kisah Para Rasul 7:51).  Hal yang utama adalah pertobatan dari mengandalkan dan menuruti nafsu diri, beralih kepada mempercayai, mengikut dan menghormati Tuhan.
Sara dan Abraham diberkati Tuhan secara luar biasa selama masa hidupnya.  Sekalipun mereka menjalani kehidupan yang tidak mudah, banyak kerikil kesulitan dan penderitaan, tetapi iman dan perbuatan mereka untuk Tuhan tidak sia-sia.  Abaraham dan Sara menyebut anaknya yang tunggal itu Ishak yang artinya: tertawa.  Arti nama tertawa bukan terhina, terejek, atau bermakna negatif lainnya, melainkan bermakna positif yakni sukacita, gembira, senang dan puji syukur.  Sara yang tadinya tertawa karena ragu akan campur tangan Tuhan yang dahsyat, sekarang bersukacita untuk berkat Tuhan yang menakjubkan dalam hidupnya dan ia mau juga berbagi “tawa” (baca: sukacita) dengan orang lain tentang kebaikan Tuhan.
Apakah Anda ingin mendapatkan berkat dan janji yang dari Tuhan seperti halnya Abraham dan Sara?  Apakah Anda ingin hidup di dalam Tuhan secara saleh dari dalam hati dan bukan simbolis belaka?  Apakah Anda ingin menghormati Tuhan?  Apakah Anda ingin menghidupi anugerah Tuhan yang besar itu?  Bila jawabannya adalah iya, maka pastikan bahwa diri Anda dan keluarga maupun orang-orang yang  Anda kasihi memperoleh sunat rohani (Kolose 2:11), bukan paksaan tetapi kerelaan dan kesadaran hati di hadapan Tuhan.  Mari kita belajar menjalani hidup yang bersunat telinga dan hati sebagai sikap menghormati Allah.  Kiranya Tuhan menolong kita.  Amin.
HAL YANG PALING PENTING BAGI ORANG YANG MAU MENGHARGAI TUHAN BUKAN APA KATA ORANG TETAPI BAGAIMANA HATI INI TAKUT AKAN TUHAN
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

WASPADAI POLA PIKIR SODOM-GOMORA


WASPADAI POLA PIKIR SODOM-GOMORA
(Baca: Kejadian 19:30-38)

 

Kalau mengambil keputusan, Anda termasuk tipe orang yang seperti apa?  Apakah Anda tipe orang yang bertindak cepat dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan? Apakah Anda justru tipe orang yang berpikir dan menganalisa terlebih dahulu dan cenderung “tiba masa, tiba akal”? Atau Anda campuran dari kedua tipe tersebut?  Ada banyak cara di dalam mengambil keputusan pada diri seseorang.  Apapun karakteristiknya, ketika mengambil keputusan seseorang tidak lepas dari pola pikir dan sistem kepercayaannya.
Tidak menjamin bahwa orang yang rajin ke tempat Ibadah dan aktif di dalam suatu pelayanan, otomatis memiliki pola pikir yang rohani, baik, apalagi benar.  Ada banyak contoh ringan tentang orang yang namanya “Budi” tetapi tidak berbudi baik; namanya, “Indah” tetapi orangnya jorok; namanya, “Jujur” tetapi orangnya suka menipu.  Ada pula orang yang aktif menjadi tokoh agama, tetapi baru saja melakukan pembunuhan terhadap orang lain.
Anak-anak perempuan Lot ketika mengambil keputusan termasuk tipe orang yang gesit dalam mengambil tindakan, tidak terlalu berpikir panjang tetapi memiliki intensi yang jelas.  Mereka takut kalau semua orang laki-laki habis, maka tidak ada yang meneruskan generasi selanjutnya.  Mereka “memakai” Lot sebagai laki-laki yang bisa melanjutkan keturunan.  Bukankah tujuannya baik? Melanjutkan keturunan demi kelangsungan generasi yang akan datang?
Meskipun kota Sodom dan Gomora baru saja di diluluh lantakan oleh hujan api dan hujan belerang dari langit, rupanya pola pikir Sodom dan Gomora terbawa oleh keluarga Lot.  Istri Lot dengan pola pikir Sodom-Gomora, menoleh ke kota dan menjadi tiang garam tidak lain karena tamak harta.  Lot yang semula berpikir mau ke kota Zoar, tidak jauh dari Sodom-Gomora pun sebenarnya juga karena berat hati meninggalkan kegemerlapan duniawi.  Dua anak perempuan Lot menggunakan segala cara (meskipun salah) untuk menghasilkan anak dari ayahnya Lot.  Pola pikir duniawi telah menuntun pengambilan keputusan dan tindakan mereka.
Saat ini kota Sodom dan Gomora tinggal cerita sejarah dan konon ditemukan bukti arkeologisnya di dasar laut wilayah Timur Tengah.  Kendati demikian falsafah dan cara pikir Sodom dan Gomora masih banyak meresapi hati anak-anak manusia.  Banyak orang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya.  Ayah memperkosa anak perempuannya, Anak bunuh orang tuanya, sesama teman saling menjatuhkan demi profit atau komisi, belum lagi hitungan menjegal, menyikut, menendang, memfitnah, dst.  Bila saya menuliskan lebih banyak lagi semua sikap ini tentu tidak akan ada selesainya.
Sebagai anak-anak Tuhan kita diingatkan untuk waspada terhadap pola pikir Sodom dan Gomora.  Jangan sampai kita merencanakan, mengambil keputusan bahkan melakukan tindakan yang didasarkan pada keinginan nafsu dosa.  Setiap tindakan kita sewajarnya didorong dengan pola pikir kebenaran Firman Tuhan.  Seperti kata Paulus, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”  Marilah kita belajar menanggalkan pola pikir Sodom-Gomora dan mengenakan pola pikir yang sebenarnya, sebaiknya, seharusnya di dalam Tuhan.  Mari kita minta Tuhan Yesus Kristus menolong kita.  Amin.           
NAFSU SODOM DAN GOMORA SULIT DIJINAKKAN MANUSIA YANG PALING HEBAT SEKALIPUN. JALAN KELUARNYA HANYA SATU: MENGIJINKAN TUHAN MENGUASAI SELURUH ASPEK HIDUP

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

SIAPKANLAH SEJAK SEKARANG….!


SIAPKANLAH SEJAK SEKARANG…!
(Baca: Kejadian 19:1-29)
I Korintus 3:13, “sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu.”
Pernakah Anda mendengar pepatah, “sedia payung sebelum hujan” ? Empat frasa  kata ini memiliki pengertian yang sangat dalam bagi setiap orang agar bersiap sedia mengantisipasi hal ke depannya.
Ketika saya merenungkan kisah Lot dalam bencana hujan api dan belerang di kota Sodom-Gomora (Kejadian 19:1-29), teringat pula tulisan rasul Paulus kepada jemaat Korintus tentang akhir dari sebuah persiapan (I Korintus 3:1-23).  Apa yang dikerjakan oleh manusia akan nampak kualitas dari hasilnya suatu saat kelak di hadapan Tuhan pada hari penghakiman Allah.
Menengok sejenak tentang catatan Lot di masa lalu tentulah ada sejumlah keputusan yang diambilnya dalam meniti karier hidup.  Lot memulai perjalanan dengan baik ketika merantau dengan Abraham berdasarkan panggilan dan janji Allah.  Di tengah perjalanan, Lot lebih memilih lembah yang  subur di Yordan dari pada di Tanah Kanaan (Kejadian 13:10-13).  Sebuah kesalahan.   Kesalahan pilihan Lot berasal dari motivasi mencari (baca: teologi) kemakmuran.  Kota Sodom terkenal dengan orang-orang yang sangat jahat dan tidak takut akan Tuhan.
Bukankah tidak salah bagi setiap kita apabila mencari penghasilan hidup, meniti karier untuk kesejahteraan hidup?  Bukankah ini wajar dan justru baik?  Ya, memang wajar dan baik apabila kita hanya melihat dari sudut pandang manusia dan rencananya.  Rencana langkah hidup dan keputusannya menjadi salah ketika kita melupakan apa yang menjadi kehendak Tuhan.  Hidup orang percaya harus dimulai dari Tuhan Yesus Kristus dan dilanjutkan dengan hidup bagi Tuhan.
Tampak dengan jelas bahwa Lot tidak mengerjakan hidup Nasraninya dengan sepenuh hati selama di kota Sodom.  Ia justru terpengaruh dan lebih menyerupai cara hidup penduduk di sana dari pada menjadi Garam dan Terang (Lukas 14:34).  Lot menolak tamunya diperkosa oleh massa, tetapi justru menyarankan kedua anaknya perempuan yang akan menikah diperkosa orang banyak orang (Kejadian 19:7-8).  Bukankah tawaran Lot ini sudah jauh dari standar normal dan wajar?  Ada kemungkinan besar selama Lot tinggal di Sodom membiarkan anak-anaknya dapat pasangan hidup yang tidak seiman sehingga tidak masuk hitungan orang yang selamat.  Besar kemungkinan pula Lot tidak membawa keluarganya, khususnya istrinya hidup di dalam takut akan Tuhan.  Akhirnya, istri Lot jadi tiang garam karena kemewahan dan terjerat gemerlap kehidupan duniawi (Kejadian 19:26).
Paulus mengingatkan kita bahwa kelak pekerjaan tiap-tiap orang akan terlihat bagaimana kualitas dan hasilnya di hadapan Tuhan.  Apakah orang percaya itu mengerjakan hidupnya dengan baik di hadapan Tuhan? Apakah sudah dan sedang menghasilkan buah yang lebat?  Apakah  mengerjakan panggilan hidupnya untuk kemuliaan Tuhan?  Semua ini akan terlihat pada saat hari penghakiman.  Jika orang tersebut hanya mengerjakan kepentingan kesejahteraannya sendiri tetapi melupakan pekerjaan dan kehendak Tuhan, maka ia akan menjadi seperti orang yang hangus keluar dari kebakaran meskipun selamat.  Orang percaya kepada Tuhan Yesus itu tetap selamat berdasarkan janji Tuhan tetapi keadaannya seperti Lot.
Hari ini kita diingatkan dari dua bagian Firman Tuhan ini (Kejadian 19:1-29; I Korintus 13:1-23) bahwa kita tidak boleh hanya berhenti sampai pada titik percaya Tuhan Yesus Kristus saja dan menjalani hidup rohani dengan asal-asalan.  Setiap kita dipanggil untuk mengerjakan bagian dan talenta/bakat/kemampuan kita masing-masing sesuai dengan keadaan setiap kita.  Kita harus mempersiapkan sejak sekarang dengan membangun dan berusaha bagi pekerjaan Tuhan.  Kelak suatu saat kita akan mempertanggunjawabkannya di hadapan Tuhan.  Apakah Anda sedang menyiapkan sejak sekarang?  Saya berdoa kiranya apa yang kita kerjakan bagi Tuhan boleh mendapatkan hasil dengan kualitas yang baik dan beroleh upah surgawi.  Mari kita bersama-sama kerjakan bagian kita membangun pekerjaan bagi Tuhan.  Amin.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KALAU TUHAN MAHA TAHU, KENAPA KITA HARUS BERDOA?


KALAU TUHAN MAHA TAHU, KENAPA KITA HARUS BERDOA?
(Baca: Kejadian 18:16-33)
 Seorang bapak bercerita kepada saya tentang peristiwa ketika anaknya meninggal dunia.  Dia begitu berduka dan sangat hancur hatinya menghadapi peristiwa ini.  Kemudian datanglah seorang yang mengaku dari sebuah denominasi gereja, mendoakan dengan berapi-api dan sangat menyakini bahwa anak yang sudah meninggal ini akan hidup kembali.  Pendoa ini mengklaim bahwa Tuhan pasti membangkitkan anak ini walaupun sudah meninggal.  Doa yang penuh semangat itu berlalu, sudah bertahun-tahun berlalu dan anak ini tetap meninggal.  Bapak ini mengatakan bukan tidak percaya mujizat, tetapi ada kalanya kita harus mengikuti apa yang menjadi kenyataan dan kehendak Tuhan.  Dia merasa doa yang disampaikan orang ini kurang pas dan terlalu berani mengklaim kehendak Tuhan.
Beberapa masa yang lalu saya kerap menjumpai buku dan slogan yang kurang lebih bunyinya,  “Memburu Tuhan! (hunting God)” atau “Mengubah Kehendak Tuhan!”.  Semuanya seolah-olah mengatakan Tuhan bisa mengubah kehendak-Nya dan mengikuti apa yang menjadi kehendak kita.  Benarkah hal ini?  Apakah ini sesuai dengan ajaran Alkitab?  Bagaimana dengan kisah seorang janda yang merengek terus menerus kepada hakim dan akhirnya dikabulkan (Lukas 18:1-8)?
Dari dua hal di atas, timbul pertanyaan: Apakah Tuhan itu tidak Maha Tahu sehingga kehendak-Nya bisa berubah-ubah?  Kalau Tuhan Maha Tahu, apakah Tuhan tidak konsisten dengan keputusan-Nya?  Kalau Tuhan Maha Tahu, untuk apakah kita harus berdoa lagi? Kan kehendak-Nya yang pasti jadi bukan kehendak kita.
Belajar dari doa Abraham kepada Tuhan, setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita simak dari Kejadian 18:16-33.  Percakapan antara Abraham dengan Tuhan dimulai dari inisiatif Tuhan yang menyampaikan apa yang menjadi isi hati dan rencana Tuhan atas keadaan kota yang terkenal jahatnya, Sodom.  Pernyataan dan maksud Tuhan di ayat-ayat Alkitab seolah-olah mengindikasikan bahwa Tuhan itu tidak Maha Tahu dan oleh sebab itu memeriksa kembali kebenaran doa-doa yang dipanjatkan sehubungan dengan keluhan betapa kejamnya orang-orang Sodom.  Kendati demikian bila kita kaji lebih lanjut di dalam beberapa terjemahan Alkitab maupun bahasa Ibrani Alkitab Perjanjian Lama, tampaklah beberapa penguraian yang lebih jelas.
Hal perrtama yang harus kita mengerti adalah: Tuhan Maha Tau.  Maksud Tuhan menyampaikan maksud dan rencana-Nya adalah karena Tuhan mengasihi dan perduli dengan Abraham.  Tuhan hendak berkomunikasi bukan meminta Abraham menjadi penasihat-Nya.  Inilah konteks dari kejadian doa syafaat Abraham kepada Tuhan.  Tuhan menghendaki adanya komunikasi dengan umat-Nya.  Komunikasi bukan laporan atau hanya diisi dengan permintaan-permintaan orang percaya.  Komunikasi lebih kepada saling mengenal isi hati ketika bertukar informasi.
Hari ini banyak orang berdoa, tetapi jauh di dalam motivasi hatinya hanya meminta, memerintah (baca:mengklaim), bahkan memaksa Tuhan mengubah haluan sesuai dengan kehendak pribadinya.  Padahal komunikasi ditujukkan supaya kita mengerti isi hati Tuhan.  Komunikasi Tuhan dengan kita lewat Alkitab dan perenungan Firman Tuhan salah satunya adalah untuk menyatakan dan memperjelas isi hati Tuhan.  Abraham mengerti isi hati Tuhan adalah: membenci dosa dan memberi kesempatan manusia bertobat sampai pada waktu yang ditentukan. 
Tuhan menyatakan jalan pikiran-Nya (Kejadian 18:20-21) bukan karena Tuhan bingung atau tidak Maha Tahu sehingga harus turun memeriksa kebenaran doa orang-orang percaya.  Kata yang dipakai, “… Aku hendak mengetahui.”  (ayat 21) memiliki pengertian mengetahui untuk membedakan.  Frasa ini bukan bermaksud menyatakan Tuhan tidak tahu dan hendak mencari tahu.  Frasa ini justru menegaskan dalam konteksnya, Tuhan Maha Tahu dan menyatakan rencana-Nya kepada Abraham dalam bahasa manusia yang sederhana.  Tuhan tahu membedakan keselamatan orang benar dan salah, Tuhan tidak sembarangan mendatangkan musibah dan malapetaka (lihat ayat 32).  Setiap kejadian yang tidak baik yang bahkan kita tidak mengerti alasannya, ada maksud dan jalan Tuhan yang bijaksana.  Tidak semua orang bisa mengertinya, Abraham adalah sedikit orang yang mendapat anugerah mengerti kehendak dan rencana Tuhan.
Sedikit menyinggung peristiwa Lukas 18:1-8 dalam konteksnya adalah agar orang-orang percaya rajin berdoa, yakni dekat dengan Tuhan lewat komunikasi kepada-Nya.  Lukas 18:1-8 bukan dimaksudkan Tuhan itu seperti hakim yang jahat.  Ayat-ayat ini bukan juga dimaksudkan Tuhan bisa berbuat adil dan tidak adil bergantung dengan kengototan/kegetolan doa kita, tetapi lebih pada ajakan Tuhan Yesus agar kita berdoa dengan tidak jemu-jemu.  Sumber kekuatan sejati manusia terletak dalam persekutuan dengan Tuhan. 
Apakah kita masih perlu berdoa walaupun Tuhan sudah tahu bahkan tidak mengubah kehendak Tuhan?  Jawabannya ialah: Iya..!  Tuhan menghendaki kita berdoa terus menerus (Lukas 18:7-8; Roma 8:26; 12:12; Filipi 4:6; I Tesalonika 5:17; Yakobus 4:3; 5:16; dst).  Berdoa dengan cara yang benar dan tujuan yang benar.  Doa menjadi komunikasi untuk menyatu dengan kehendak Bapa.  Doa bukan mengklaim kehendak kita, tetapi kehendak Tuhan.  Doa bukan mengubah hati dan kebijaksanaan Tuhan, tetapi mengubah hati dan perbuatan kita agar sesuai dengan rencana Tuhan.  Yuk, kita ambil waktu berdoa sekarang.  Amin.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail