PENGEMIS YANG TIDAK TAU DIRI

PENGEMIS YANG TIDAK TAHU DIRI

(Baca: Yeremia 31:3)

 

       Sewaktu saya kecil (kisaran usia 7-9 tahun), ada seorang pengemis mendatangi rumah demi rumah di kompleks Gang X tempat kami tinggal. Pengemis ini berpakaian lusuh, jorok dan kelihatan dekil. Saya memperhatikan pengemis lelaki tua ini mengetok pintu dari satu rumah ke rumah lain. Kebanyakan orang membuka pintu dan menggeleng kepala alias tidak memberi apapun. Hati saya tergerak oleh belas kasihan. Dalam hati saya bergumam, “Aduuh, kasihan bapak tua miskin ini tentu kepanasan. Saya tidak mempunyai uang, namun ada sebuah permen di kantongku. Ya setidaknya bisa menolong sedikit rasa haus dan lelahnya.

       Spontan saya memberinya dan berpikir pengemis itu akan merasa diberkati dan senang. Apa yang terjadi? Anda bisa tebak! Pengemis ini semula senang sekali ketika saya meletakkan “sesuatu” di tangannya. Kemudian ia melihat tampaknya itu bukan uang. Ia berkata dengan nada marah, “Apa ini?!” Jawabku, “Permen untuk bapak”. Ia melempar permen itu ke jalanan dan berjalan terus. Pengemis sombong itu menolak permen dari seorang anak kecil yang memberi dengan tulus. Sebagai anak kecil yang lugu waktu itu, saya ternganga terkejut dan belajar tentang kehidupan. Secara materi, pengemis belum tentu miskin namun mental pengemis yang tidak tahu diri tentu sangat miskin.

       Sama halnya dalam hidup ini, banyak orang seperti pengemis sombong di hadapan Tuhan.  Mereka minta berkat dan kelancaran dari Tuhan tetapi tidak mau pikul salib dan melakukan kebenaran. Secara pakaian mereka rajin dan dekat dengan istilah keagamaan, tetapi secara sikap mereka tidak melibatkan Tuhan dan menghargai-Nya dalam keseharian. Hanya ketika manusia sadar diri lusuh dan  compang camping dalam dosa; di sanalah ada harapan dan kabar baik! Tuhan dari jauh melihat hati yang bertobat dan mengatakan, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu”.

       Jadi miskin di hadapan Allah justru baik karena itu sebuah kesadaran yang menuntun kita belajar menghargai Tuhan dengan mencari, mendengar dan melakukan Firman Tuhan. Yang memalukan adalah mental miskin: sudah mengemis sombong pula, sudah berhutang tetapi lebih galak dari yang menghutangi, suka minta gratisan padahal ada orang lain yang lebih membutuhkan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk menghargai kasih yang sudah dinyatakan-Nya. Amin.

AJARLAH KAMI HIDUP DALAM ANUGERAH MU YA TUHAN

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

TUHAN PEDULI NAMA BAIKMU

TUHAN PEDULI NAMA BAIKMU

(Baca: Pengkhotbah 7:1)

 

       Sastrawan terkenal William Shakespeare pernah mengatakan, “What’s in a name? That which we call a rose by any other word would smell as sweet.” Kesan yang indah tentang bunga mawar dinyatakan dalam sebuah nama. Nama seseorang sangat penting karena berkaitan dengan koneksi identitas pribadi dengan segala kesan yang melekat bersamanya (Asosiasi Mental sebuah nama).

       Kemarin dalam Mezbah (ibadah) Keluarga, saya meminta kedua anak saya yang menyampaikan cerita Firman Tuhan tentang Ester. Jonas membaca dalam bahasa Inggris dan Elishia membaca dalam bahasa Jepang. Dengan suasana santai dan akrab, ada sebutan parodi satir yang diucapkan Jonas terhadap nama Haman. Haman adalah sosok kejam dalam Alkitab yang karena merasa tidak dihargai oleh Mordekai (Paman Ester), maka ia berencana membunuh semua orang Israel. Mordekai adalah orang Israel. Sambil membacakan kisah Alkitab tersebut Jonas berkomentar, “Haman, what a stupid”. Itulah kesan negatif yang muncul dari nama Haman yang jahat.

      Kitab Pengkhotbah 7:1 mengupas pentingnya reputasi yang baik lebih dari harta mahal.  Nama baik seseorang adalah konsekuensi logis dari hidup yang dijalaninya. Tuhan peduli nama baik kita. Ini bukan tentang menjalani hidup berdasarkan apa kata orang, tetapi justru menjalani hidup sesuai apa kata Firman Tuhan. Orang percaya yang memiliki nama baik, di sana nama Tuhan dipuji. Sedih rasanya mendengar orang yang bernama Matius si Penggosip; Lukas si Penjambret; Yohanes si Preman Pasar yang suka palak orang.

       Tuhan menghargai dan mengasihi kita secara spesial dan unik. Tuhan tidak memanggil kita dengan angka atau sebutan konyol. Bila Tuhan menghargai kita sedemikian rupa hingga bekorban di kayu salib; maka kita juga dipanggil untuk menghargai hidup ini dengan baik. Tuhan peduli nama baik kita karena disitulah terdapat kesaksian hidup. Kelak orang akan mengenang Anda dengan kesan apa? Jahat seperti Haman? Penipu seperti Ananias dan Safira? Musa orang yang  besar? Daud si Penakluk Raksasa? Ukirlah nama Anda dengan hidup yang menghargai Tuhan.  Kelak orang akan diberkati lewat kesaksian hidup Anda. Kiranya Tuhan menolong kita. Amin.

NAMA BAIK LEBIH HARUM DARI PARFUM MAHAL

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

KETIKA PAPA MENINGGALKAN KAMI

KESAKSIAN: KETIKA PAPA MENINGGALKAN KAMI

       Malam itu perangkat seluler saya berdering setelah mendapatkan sinyal di pegunungan Toraja. Di layar terbaca nama kakak perempuan yang melakukan panggilan. Saya berpikir, “Oh, ini kakak saya. Mungkin mau ngobrol atau menyampaikan sebuah info”. Saya tidak terkejut karena kami biasa bertukar  informasi. Dari kejauhan suara dan pesan singkat dilontarkan kakak, “Jeff, Papa sudah tidak ada.” Saya berharap kakak saya menjelaskan apa penyebab dan bagaimana ceritanya, namun seperti kehabisan kata kata dan terdiam. Bunyi telepon ditutup. Air mata mengalir deras serasa malam itu lebih gelap dari kelihatannya. Saat itu saya berada lebih dari 1900 kilometer dari tempat Ayah tinggal di Surabaya.

      Mendapatkan transportasi untuk kembali ke Surabaya bukan perkara mudah dan murah, namun Tuhan membuka jalan sehingga semua berjalan lancar walau sangat melelahkan. Biasanya apabila naik transport darat, saya lebih suka menyetir sendiri atau duduk depan untuk perjalanan berkelok kelok yang memabukkan itu. Malam itu, semua seat di depan penuh sisa di belakang yang masih banyak kosong. Tuhan beri ekstra kekuatan tidak mual dan justru di belakang lah ada cukup ruang untuk berduka malam itu. Seperti film yang diputar dari awal hingga akhir pejalanan hidup bersama Papa, saya hampir tidak tidur sepanjang malam dan berganti dengan rasa duka disertai cucuran air mata.

       Pagi hari ketika tiba di Makassar dan sebelum menlanjutkan perjalanan udara ke Surabaya, saya ber saat teduh yakni membaca Alkitab dan merenungkan keberan Firman Tuhan. Mazmur 100:3,5 “Ketahuilah, bahwa TUHAN-lah Allah; Dia lah yang menjadikan kita dan punya Dia lah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya. Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun.”

       Tuhan itu baik! Mungkin Anda bertanya, “Bagaimana mungkin Anda berkata Tuhan itu baik sementara keadaanmu sama sekali tidak baik?”. Inilah yang menjadi bahan renungan saya pagi itu. “Tuhan, apa maksud ayat ini?” Seruku dalam hati. Tiba-tiba saat itu seperti damai sejahtera yang luar biasa melingkupi. Saya merasakan Tuhan hadir di samping dan meneguhkan bahwa saya tidak sendirian. Dalam hitungan detik, Tuhan dengan lembut memperlihatkan alasan mengapa Tuhan itu baik.

       Seolah Tuhan berbisik, “Jeff, kamu lihat seisi keluargamu termasuk semua saudara saudari, semua ipar dan semua ponakan mereka sedang belajar mengenal Tuhan dengan ke Gereja, berdoa dan membaca Alkitab. Bukankah itu anugerah Tuhan? Tidak semua orang memiliki keadaan yang sama denganmu.”

       Dalam permenungan itu saya semakin menyadari kalau seisi keluarga meski tidak semuanya pendeta, namun hidup keluarga Sudirgo menjadi berkat bagi orang lain bahkan bagi banyak orang. Inipun anugerah Tuhan yang memampukan kami bisa jadi saluran berkat.

       Bahkan semenjak saya memutuskan diri menjadi hamba Tuhan penuh waktu hingga hari ini saya tidak kekurangan makan dan minum. Tuhan memelihara begitu luar biasa lewat suka dan duka, bukankah itu pun kebaikan anugerah Tuhan? Tiga hal inilah yang membuat hati saya berseru, “YESS! GOD IS SO GOOD!” Tuhan itu baik dan sungguh baik. Siapakah kita umat ciptaan-Nya sehingga mendapat kasih karunia-Nya? Tuhan itu baik!

       Di hari hari kedukaan itu ada ratusan orang yang datang melayat dan sungguh menjadi penghiburan buat kami. Lewat Firman Tuhan, kesaksian keluarga dan kekompakkan kerjasama diantara anggota keluarga, kami melihat campur tangan Tuhan yang ajaib yang bukan saja memberkati keluarga yang berduka tetapi juga banyak orang yang hadir. Baik melalui lisan dan tulisan banyak yang menyampaikan terima kasih karena diberkati Tuhan lewat semuanya itu.

       Pada kesempatan ini kami berterima kasih kepada semua pihak baik keluarga besar dari Papa, dari Mama, sanak famili, besan, semua sahabat, rekan-rekan pelayanan hamba Tuhan, rekan-rekan pelayanan gereja-gereja, rekan rekan usaha, juga dukungan handai taulan dari Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Jakarta, Mojokerto, Malang, Makassar, Surabaya, Medan, Papua, Jember, Kediri dan tempat-tempat lain yang belum disebutkan. Kami mohon maaf apabila semasa hidup Papa Sudirgo pernah melakukan kesalahan baik dari perkataan maupun perbuatan semasa hidupnya. Terima Kasih dan Tuhan Yesus Memberkati kita semua. Amin.

 

 

 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail