TINGGAL DAN MEMBANTU

TINGGAL DAN MEMBANTU
Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku
dalam segala pencobaan yang Aku alami.
Lukas 22:28
Di pinggir jalan trotoar bilangan jalan kenjeran-Surabaya, Anda akan menemukan sebuah keluarga berjualan nasi penyet  Madiun.  Mereka berjualan dari sore hari hingga tengah malam.  Peristiwa yang menarik saya adalah seorang gadis kecil berusia sekitar 10 tahun yang membantu orang tuanya.
Apa yang dilakukan gadis kecil ini?  Ia membantu membersihkan meja makanan, menyapu, dan membantu membereskan segala peralatan warung orang tuanya.  Dalam hati saya bertanya: “Bukankah gadis kecil ini seharusnya sudah tidur di tengah larut malam?  Apakah dia besok tidak sekolah?  Apa yang membuat dia rajin dan sukacita membantu orang tuanya?  Karena terpaksa atau dengan pengertian?”
Ketika mengamati kenyataan kehidupan sebuah keluarga penjual nasi, saya melihat betapa beruntungnya banyak remaja dan siswa-siswi yang saya jumpai di sekolah maupun di gereja.  Banyak anak yang malas membantu orang tuanya, di sekolah malas belajar, di rumah kerjanya main game dan tidur puas.  Andai saja mereka melihat apa yang saya lihat, mereka akan lebih mensyukuri dan menggunakan hari-hari yang ada.
Gadis kecil ini tinggal bersama orang tuanya selama jam kerja malam mereka.  Ia menahan rasa ngantuk dan lelah demi membantu nafkah orang tuanya.  Setahu saya penghasilan untuk menjual nasi penyet di sana dapat dikatakan sedikit.  Kendati demikian, gadis ini tetap tinggal dan membantu.  Gadis ini mendukung orang tuanya.
Sungguh suatu penghiburan dan kekuatan bila ada orang yang mendukung khususnya pada saat mengalami kesulitan.  Inilah yang diharpkan Yesus di malam terakhir Yesus akan disalibkan.
Yesus mengalami pencobaan yang luar biasa berat di taman Getesemani.  Ia tahu waktunya sudah tiba.  Ia membutuhkan dukungan dari para murid.  Sayangnya, mereka bukannya mendukung dan memahami apa yang sedang dialami Yesus, mereka justru ribut soal siapa yang terbesar diantara mereka yang kelak diangkat di kerajaan Tuhan.
Yesus menjelaskan arti menjadi pemimpin yang melayani.  Yang lebih besar, lebih dewasa, lebih hebat justru melayani.  Yesus yang seharusnya mendapat dukungan dan dilayani pada masa-masa sukar ini, justru menunjukkan tindakan melayani dan menyempatkan diri menghibur, menasihati dan mengajar mereka.
Tinggal bersama dan membantu orang lain memiliki lika-liku dan seni tersendiri.  Bisa jadi disalahpahami, justru merepotkan karena beda persepsi, dsb.  Singkatnya tinggal bersama dengan maksud mulia harus siap menanggung resiko pengorbanan.  Itulah yang dilakukan para murid mendukung Yesus.  Apakah yang dapat kita lakukan untuk mendukung Yesus dalam perwujudan orang tersisih dan terhimpit?  Kiranya Tuhan menolong kita.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN…!

JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN…!
(Baca: II Timotius 3:10-17)
“like father like son adalah pepatah yang sering kita dengar untuk menggambarkan pengaruh orang tua terhadap anaknya.  Jika orang tua memberikan teladan baik; kecenderungannya akan menghasilkan anak yang baik pula.  Jika orang tua memberikan teladan yang buruk; maka kecenderungannya akan menghasilkan anak yang bermasalah.
Inilah yang dialami oleh Timotius; anak didik rohani dari Paulus.  Timotius dibesarkan di keluarga yang sudah mengenal bahkan mengasihi Tuhan (II Timotius 1:5).  Neneknya Eunike dan ibunya Lois adalah orang yang beriman kepada Yesus Kristus.  Sekalipun ayahnya sendiri adalah orang Yunani yang kemungkinan besar belum percaya (atau percaya tidak sungguh-sungguh); Timotius “digarap” dengan sungguh-sungguh oleh ibu dan neneknya.
Perjumpaan Timotius dengan Paulus (Kisah Para Rasul 16:1-3), telah menumbuhkan kerohanian dan kemantapan dalam pelayanan di kemudian hari.  Paulus mengajak Timotius ikut dalam perjalanan pelayanan.  Kemungkinan di sepanjang waktu itulah Timotius mendapati figur ayah rohani yang baik.
Di sinilah kita dapat melihat ketiga figur orang percaya yang tidak melewatkan kesempatan mendidik murid yang bernama Timotius.  Timotius sekalipun mempunyai ayah jasmani belum percaya; namun nenek; ibu dan pembina rohaninya telah mendidik secara sungguh sehingga Timotius bukan saja mantap secara mental; tetapi juga matang secara rohani.
Tidaklah banyak remaja dan pemuda Kristen yang mempunyai kesempatan pendidikan seperti Timotius; sekalipun mungkin mereka dilahirkan di keluarga Kristen.  Sebagian diantaranya memang dididik dengan sungguh oleh orang tua; nenek/kakek atau kakak mereka yang di dalam Tuhan.  Sayangnya; sebagian lainnya—meski berada di tengah keluarga yang mengaku Kristen—tidak mendapat teladan bahkan wejangan (nasihat) Firman Tuhan dari orang tua mereka secara memadai.
Akankah generasi muda masa kini dibiarkan menjadi generasi yang tulalit?  Generasi yang tidak mengetahui dasar-dasar iman Kristen; generasi yang tidak akrab dengan Alkitab; generasi yang hidupnya dituntun oleh televisi dan bacaan sekuler. 
Dimanakah orang tua-orang tua yang mengaku dirinya Kristen, tetapi tidak menyempatkan pendidikan Kristen kepada anak-anaknya?  Adakah peran Gurus Sekolah Minggu dan Guru Sekolah Kristen disadari sebagai bagian penting akan figur wali orang tua yang rohani? 
Saya mengetahui beberapa orang anak dari keluarga tidak harmonis  (broken home) tengah datang ke Sekolah Minggu.  Seperti seorang anak terhilang yang sedang mencari figur orang tua, dia berusaha mendekati sejumlah lause (guru) muda untuk sekedar ngobrol dan bermain.  
Hati saya rasanya sedih, terharu dan berpikir: Apakah para guru sedang sadar memiliki peran yang sangat penting dan berharga untuk membentuk dan memberi teladan rohani akan siapa dan bagaimana kebaikan Tuhan Yesus.  Ada banyak dan bermacam situasi di Sekolah Minggu ataupun Sekolah Kristen yang anak-anak didik menanti figur teladan dan kasih seperti yang diajarkan Alkitab. 
Sementara kisah anak-anak tersebut terus berjalan seiring waktu, setiap kita dipanggil untuk menyadari dan berbuat sesuatu yang baik dan membangun bagi komunitas kita.  Mungkin tidak selamanya “like father like son” adalah baik dan sesuai harapan; namun setidaknya setiap kita bisa memberi peran figur rohani yang baik sebagai orang-orang percaya yang diselamatkan dan dipanggil Kristus.  Ingat!  Tidak harus sempurna tetapi yang wajar dan manusiawi bagaimana orang-orang percaya bergumul berjalan bersama Tuhan di dalam kelebihan dan kekurangannya.
Marilah kita mulai dengan membiasakan diri dalam ibadah keluarga.  Mulailah dengan membaca Alkitab dan berdoa bersama.  Biarlah Firman Tuhan meresap dalam kehidupan keluarga anda; memperlengkapi dan mendewasakan kerohanian keluarga.   Jangan tunggu ketika anak-anak anda sudah besar.  Jangan tunggu ketika berkeluarga, bisa mulai sekarang lewat adik kita; murid-murid kita; bahkan tetangga dan ponakan-ponakan.  Jangan lewatkan kesempatan berharga ini…!  Tuhan memberkati.
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

ANTARA PANGGILAN DAN HARGA YANG DIBAYAR

Antara Panggilan dan Harga yang Dibayar
Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya. Kejadian 12:7

Menjadi orang Kristen dan menjalani kehendak Tuhan adalah sebuah panggilan ilahi.  Panggilan ini sudah ditetapkan jauh sebelum permulaan jaman.  Panggilan ini sudah dirancang jauh sebelum kita mengerti dan merasakan kasih Kristus yang sangat besar itu. 
Setiap orang yang menyadari panggilan hidupnya, tentu saja menjalani sejumlah konsekuensi yang harus dijalaninya.  Konsekuensi ini bisa berupa meninggalkan ambisi, masa lalu, bahkan pengorbanan diri.  Inilah yang disebut dengan jalan salib.
Yesus mengajarkan arti bayar harga dalam panggilan ilahi yang dijalani oleh setiap orang Kristen (Mat.10:28; 16:24).  Syarat menjalani panggilan hidup yang menyenangkan hati Tuhan adalah kesediaan untuk memprioritaskan Yesus sebagai yang utama dalam hidup ini.  Meneladani Yesus dan pengorbanan diri adalah frasa kunci perikop ini.
Dalam praktek nyata, tidak bisa dipungkiri sulitnya menjalani panggilan Tuhan.  Abraham harus meninggalkan zona nyamannya untuk memenuhi panggilan Tuhan ke Tanah Perjanjian.  Ia berpisah dengan keluarga dekatnya, para tetangga dan masyarakat yang sudah sangat dikenal serta sahabat-sahabat karibnya.
Kalau boleh dibandingkan sederhananya adalah seperti pindah rumah ke luar pulau.  Pertama, perjalanan begitu jauh banyak hal yang harus dipaketkan.  Kedua, mencari tempat yang cocok sesuai selera dan keadaan keuangan untuk tinggal, tidaklah mudah.  Ketiga, beradaptasi dengan lingkungan baru dan segala aktivitasnya tentu bisa menimbulkan stress tersendiri.  Keempat, adalah keberangkatan itu sendiri.  Maksudnya perpisahan dengan sahabat dan keluarga yang tidak ikut adalah hal yang bisa menimbulkan kesedihan.
Saya kerap kali melihat sejumlah orang yang pergi jauh dan berpisah dengan orang-orang yang dikasihinya.  Tidak jarang tetesan air mata dari perpisahan membawa kedukaan yang tidak mudah untuk dilupakan. 
Satu hal terpenting antara menjalani panggilan Tuhan dan membayar  harganya adalah keberhasilan mencapai tujuan yang dirancang Tuhan.  Inilah kenikmatan dari sebuah kehidupan.  Di dalam ketaatan, ada penyertaan Tuhan.  Dibalik setiap kesulitan ada berkat Tuhan menanti bagi orang-orang yang mengasihi-Nya.
Tidak setiap orang mengerti apa yang sedang terjadi, apa yang sedang dijalaninya saat ini.  Ada kalanya timbul pertanyaan: ”Apakah ini keputusan yang tepat?”  ”Betulkan ini panggilan Tuhan atau jangan-jangan saya ber-ilusi karena emosi sesaat?”
Kemungkinan pada waktu Abraham mau pergi ke Tanah Perjanjian, tetangganya bilang: ”Ngapain jauh-jauh, kalau kamu di sini sudah sukses?”  Sahabatnya akan berkata: ”Jangan pergi sekarang, tunda saja.  Kita tidak ingin kehilanganmu.”
Pada waktu seseorang mengalami keraguan akan panggilan hidupnya, adalah bijaksana bila Ia bersekutu dengan Tuhan.  Menanti Tuhan dan mendapatkan dorongan semangat dari Firman-Nya adalah hal yang indah.  Ketika Roh Kudus bekerja menguatkan panggilan itu, maka hadirat Tuhan dirasakan nyata dalam setiap kelancaran dan kesulitan.
Di mana ada panggilan Tuhan, di situ ada harga yang harus dibayar.  Di mana orang percaya melibatkan Tuhan, di situ penyertaan Tuhan dirasakan.  Menjalani panggilan Tuhan buka sekedar nekat-nekatan.  Menjalani Tuhan bukan berarti mati konyol dan mengorbankan keluarga.  Membayar harga berarti menabur setiap benih ilahi untuk kekekalan.  Membayar harga berarti berjalan dengan iman bersama Bapa.

Pada akhirnya yang tersisa antara panggilan Tuhan dan harga yang harus dibayar adalah ketaatan dan pengharapan.  Ketaatan kepada Kristus menghasilkan efektifitas keberhasilan rencana Ilahi.  Pengharapan memampukan orang yang menjalani panggilan tetap bertahan dan setia pada akhirnya.  Di situlah kelak kesaksian hidup orang-orang yang dipakai dan diberkati Tuhan dinyatakan kepada dunia.  Di situlah kelak Yesus berkata: ”Marilah kepadaKu hai kamu hamba yang setia, masuklah dan turut dalam kebahagiaan Tuanmu!” 

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

BERKAT TERBESAR DALAM HIDUP

BERKAT TERBESAR DALAM HIDUP
Berkat terbesar dalam hidup ini adalah kita dapat percaya
dan terima Kristus sebagai Jurus selamat.
Berkat terbesar ke 2 adalah melihat kemuliaan-Nya
pada akhir jaman.
Berdasarkan fakta inilah, maka setiap berkat-berkat yang ada
adalah pernik-pernik kecil yang diberikan Tuhan.
Lihatlah berkat terbesar itu!
Pernik-pernik kecil serasa menjadi bonus tambah bertambah
Tidak ada kata rugi apabila hidup dilihat dari perspektif ini.
Satu-satunya kerugian terbesar dalam hidup adalah hanya melihat
bonus berkat Tuhan tanpa lihat berkat terbesar
dan menjadikan-Nya sebagai prioritas hidup ini.
(Inspirasi dari renungan Titus 2:11-15)
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail