MENYIKAPI HIDUP DENGAN PERDAMAIAN

MENYIKAPI HIDUP DENGAN PERDAMAIAN
 “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang!”  Roma 12:18
Adalah mudah bagi kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan; bila perlu kejahatan dibalas dengan lebih jahat dan kejam lagi supaya orang yang merugikan kita dapa jera dan merasakan kepahitan dan kekecewaan kita.  Inilah kecenderungan manusia pada umumnya: “gigi ganti gigi; mata ganti mata”.
Sebaliknya, Firman Tuhan justru mengajarkan kita untuk sebisa mungkin hidup dalam perdamaian.  Hidup dalam perdamaian berarti tidak adanya konflik; pertengkaran; argumen atau digambarkan sebagai keadaan tenang dan bersahabat.
Memang perdamaian itu indah; namun kenyataan tidaklah selalu demikian.  Ada kalanya kita ingin hidup dalam perdamaian, tetapi orang lainlah yang membuat perdamaian itu hancur bak mesin perang yang ditabuhkan di udara. 
Ambil saja sebuah contoh kehidupan Ishak yang makin kaya karena berusaha kemudian dibenci orang Filistin karena iri hati.  Setiap penggalian sumur yang pernah ada dan digali oleh bapanya: Abraham, dinyatakan oleh orang Filistin sebagai sumur mereka (Kejadian 26:12-22).  Rusaknya perdamaian bukan dibuat Ishak, namun perdamaian masih dapat diusahakannya.  Ishak mengambil sikap mengalah dan berusaha mencari sumur yang lain.
Tidaklah mudah bagi kita maupun bagi Ishak sebagai pihak yang dirugikan; dikecewakan; disakiti dan dirongorong untuk mengalah apalagi membiarkan orang lain mengambil hak kita.  Mengapa Ishak mampu mengalah?  Mengapa kita harus mengusahakan perdamaian?  Mengapa kita bahkan harus mengampuni dan mengusahakan yang baik?
Pertama, kita harus mengampuni bahkan mengasihi musuh kita karena ini adalah perintah Tuhan Yesus Kristus: “..kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Matius 5:44). 
Ke dua, kita harus mengampuni karena ada hukum logika Firman Tuhan mengatakan: “..jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga mengampuni kamu juga.  Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 5:14-15).  Pengampunan dari Tuhan diikuti dengan sikap hati orang yang kemudian mau mengampuni orang lain.
Ke tiga, pengampunan dan hidup berdamai dengan orang lain dan diri sendiri akan menolong kinerja kegiatan kita sehari-hari.  Seringkali ditemukan bahwa orang yang menaruh kebencian; permusuhan dan kepahitan di suatu lingkungan, entah di tempat kerja; di sekolah; maupun di rumah; akan menghambat kelancaran kerja bahkan menghambat kemajuan menuju sukses.  Bayangkan setiap hari pikiran dipenuhi dengan curiga dan permusuhan, bisa stress jadinya hidup ini.
Perdamaian memang tidaklah selalu kita dapatkan, namun tak pelak kitalah yang harus memulainya.  Sikap hati yang mau berdamai dengan mengampuni adalah gaya hidup Kristen.  Inilah berita Natal yang dinubuatkan Yesaya, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita… dan namanya disebutkan orang: … Raja Damai” (Yesaya 9:5).  Tuhan Yesus datang ke dalam dunia bukan saja memberikan keselamatan dan damai sejahtera tetapi memanggil setiap kita untuk membawa damai (Matius 5:9).  Selamat Hari Natal 2010.  Kiranya Damai sejahtera Allah memerintah di dalam diri setiap kita.  Amin.
 
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *