GESEK TERUS…..!

Gesek Terus…!
Seperti pada hari tatkala engkau keluar dari negeri Mesir,
demikianpun Aku akan memperlihatkan dia beberapa perkara ajaib.
Mikah 7:15 (LAI Terjemahan Lama)
Pernakah Anda mendengar iklan sebuah bank yang mengajak nasabah untuk banyak berbelanja dengan kartu kredit? Dengan himbauan ”Gesek Terus…!”  seolah-olah memberitahukan betapa semakin banyak untung yang diperoleh nasabah bila semakin banyak berbelanja. 
”Gesek Terus…!” berarti melakukan sesuatu dengan alat yang sama secara berulang ulang hingga menghasilkan tujuan yang hendak dicapai.  Bila yang ditawarkan undian, maka semakin besar peluang untuk menang.  Bila yang ditawarkan point reward, maka semakin banyak pula discount/barang yang diperoleh.
Nabi Mikah diutus Tuhan untuk mengingatkan Israel akan kejatuhannya apabila mereka tidak bertobat.  Nubuatan ini berlangsung sekitar 20 tahun (742-722 SM) sebelum Israel Utara ditaklukan oleh Asyur. 
Ada nabi-nabi yang terus mengingatkan mengenai pertobatan Israel.  Di tahun 753 SM Tuhan mengutus Hosea.  Di tahun 740 SM Tuhan mengutus pula Yesaya.  Semuanya mengerjakan misi yang sama: menggesek terus hati nurani Israel agar berbalik kepada Tuhan.
Jaman ini banyak orang Kristen yang memiliki kebebalan mirip dengan orang-orang Israel.  Mereka lebih menyukai gereja yang sensasional, menarik, dan meninggalkan Firman Tuhan.  Alkitab hanya menjadi bumbu penyedap untuk kegiatan makan-makan dalam acara syukuran.  Penyembahan (worship)  hanya menjadi istilah untuk memuaskan jiwa.  Kegiatan di gedung gereja lebih mirip tempat hiburan dari pada tempat ibadah.  Banyak orang percaya lebih suka terima berkat dari pada memberi berkat.
Ketika memperhatikan bagaimana orang membersihkan kotoran dengan sebuah sikat, muncullah makna kebenaran di dalamnya.  Sikat digesekkan terus menerus agar kotoran yang menempel bisa dibersihkan.  Demikian kehidupan iman percaya harus terus menerus digesek oleh Firman Tuhan agar tetap kudus.
Marilah kita tidak melalaikan makanan rohani ketika makanan jasmani dan jiwa dipuaskan setiap harinya.  Biarlah makanan secara fisik (nasi goreng, cap cay, dst) boleh diimbangi dengan makanan baca Alkitab.  Biarlah makanan jiwa (kenikmatan, kepuasan, dan ambisi) dikontrol dengan makan Firman Tuhan.
Marilah kita gesek terus Firman Tuhan setiap hari!  Gesek kartu kredit untuk memuaskan perut boleh saja jika ada uang.  Gesek kartu kredit untuk mendapatkan kenikmatan beli alat-alat elektronik juga boleh asal halal.  Yang penting jangan lupa gesek setiap debu yang menodai kerohanian kita.  Jangan lupa gesek kerohanian biar makin kinclong!  Gesek hati nurani biar tetap hidup.  Gesek Terus…! Gesek Terus…!

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

BUAT TUHAN JANGAN YANG GRATISAN

Buat Tuhan Jangan yang Gratisan!
Tetapi berkatalah raja Daud kepada Ornan: “Bukan begitu, melainkan aku mau membelinya dengan harga penuh, sebab aku tidak mau mengambil milikmu untuk TUHAN dan tidak mau mempersembahkan korban bakaran dengan tidak membayar apa-apa.”
I Tawarikh 21:24
Siapa yang tidak suka barang gratisan?  Hampir semua orang menyukai yang namanya pemberian ataupun bonus.  Ibu-ibu yang belanja sabun, tentu senang apabila dapat sebuah piring cantik tanpa bayar.  Bapak-bapak yang beli kendaraan, tentu senang apabila gratis servis dan bensin selama setahun.  Bahkan para remaja senang gonta-ganti nomor handphone lantaran banyak bonus sms dan layanan gratis lainnya.
Banyak orang senang menerima barang gratisan dan bila perlu memberi kepada orang lain tanpa keluar biaya alias tidak rugi.  Di balik setiap barang yang gratis sebenarnya ada pengalihan pembayaran atau ada orang yang sudah menanggung sebelumnya.  Sebenarnya tidak ada yang namanya barang gratisan, sebab ada yang sudah atau akan menanggung biaya barang itu.
Pemberian kepada Tuhan—entah itu persembahan ataupun perpuluhan—tidak boleh didasarkan pada motivasi gratisan.  Prinsip dasarnya: persembahan bagi Tuhan adalah yang terbaik.  Tuhan sudah memberikan yang terbaik untuk kita melalui keselamatan dalam Yesus, demikian kita harus memberi terbaik buat Tuhan.
Apabila kebutuhan pelayanan yang harusnya mengeluarkan sejumlah biaya, namun ditanggung oleh seorang jemaat/simpatisan dan pada akhirnya tidak mengeluarkan sepeserpun tidaklah boleh dianggap gratisan.  Itu adalah persembahan yang harus disyukuri dan dilihat sebagai wujud pengorbanan yang diberikan oleh jemaat/simpatisan tersebut kepada Tuhan.
Daud menaikkan korban bakaran dan keselamatan kepada Tuhan agar wabah sampar berhenti adalah bentuk pertobatan Daud dari dosanya.  Daud mau memberikan yang terbaik dan bukan gratisan kepada Tuhan.  Daud mau melayani dan hidup bagi Tuhan dengan membayar harga yang sesungguhnya.
Jaman ini banyak orang-orang Kristen yang mau mengikuti kegiatan Gereja dengan dibayar.  Pelayanan song leader, singers, bahkan operator LCD harus dibayar.  Mengajar sebagai guru Sekolah Minggu minta uang transport.  Mengikuti camp/re-ret mau yang semurah mungkin, lebih senang bila gratis.  Datang ke persekutuan karena konsumsi yang enak dan ada antar jemputnya.  Pokoknya sebisa mungkin tidak rugi, tetapi untung kalau ikut gereja.
Hendaknya motivasi dan hati yang tidak mau rugi tidak ada di dalam diri kita apabila menghadap dan melayani Tuhan.  Lain halnya, bila orang mau sungguh-sungguh melayani tetapi tidak punya dana transport.  Berbeda ceritanya, bila seseorang mau serius mengikuti camp tetapi tidak cukup uang.  Untuk alasan-alasan ini, tentu saja dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.  Marilah kita belajar seperti Daud: untuk Tuhan jangan gratisan!
Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail

ANJING DI BAWAH MEJA MAKAN

Anjing di Bawah Meja Makan
Tetapi perempuan itu menjawab: “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja  juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.”
Markus 7:28
Sewaktu mengunjungi sebuah sekolah tinggi di Jakarta, saya melihat ada 3 ekor anjing yang datang pada waktu bel makan siang.  Lucunya anjing ini seolah-olah sudah tahu apa arti bel itu dan gembira menantikannya.  Sambil berdatangan ke ruang makan, anjing-anjing ini mengibas-ngibaskan ekornya.  Ia datang dan menantikan belas kasihan jatuhnya makanan.
Perumpamaan mengenai anjing yang makan sisa di bawah meja diambil contoh oleh seorang perempuan siro-fenisia ketika anaknya kerasukan setan.  Ibu ini sangat berharap pada Yesus.  Setelah Yesus mendengar ucapan permohonan ibu ini dengan iman dan kerendahan hati, maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan dan menyembuhkan anak yang dirasuk setan itu.
Ada dua hal setidaknya yang dapat kita pelajari dari seorang ibu siro fenisia.  Pertama adalah kerendahan hatinya.  Adalah umum bagi orang Yahudi untuk menganggap orang-orang di daerah Tirus untuk mendapat anugerah ke dua.  Ibu ini mengerti apa yang terjadi pada kebudayaan waktu itu.  Ia meminta dengan rendah hati.
Dalam perumpamaan itu, peminta berlaku sebagai binatang anjing yang rendah dan mendapat bagian makanan sisa saja.  Walau demikian perumpamaan itu tidak membuat ibu ini tersinggung kemudian marah-marah kepada Yesus.  Ibu ini tahu diri dan meminta dengan rendah hati.
Ada banyak orang Kristen yang berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan dengan cara yang terbalik dari ibu ini.  Mereka minta berkat dan jalan keluar, tetapi begitu belum mendapat jawaban langsung marah, menyalahkan dan meninggalkan Tuhan.  Mereka tidak mau ke gereja dan ”ngambek”.
Hal ke dua yang dapat kita pelajari dari ibu siro fenisia ini adalah iman percayanya kepada Yesus.  Ibu ini sadar bahwa dirinya dari Tirus yang merupakan daerah second grace.  Sekalipun bukan orang Yahudi dan belum masuk jangkauan pelayanan Yesus, namun ibu ini memiliki iman percaya yang kuat kepada Yesus sebagai Tuhan yang berkuasa.
Ibu siro fenisia percaya, meski hanya mendapat sedikit jamahan Yesus—atau yang ia sebut sebagai remah-remah—anaknya yang dirasuk setan dapat ditolong.  Ternyata, Yesus sanggup mengusir setan bahkan tanpa harus hadir dan bertatapan dengan anak itu.
Ada banyak orang mengaku Kristen pergi ke gereja bahkan aktif pelayanan, namun tidak mempercayakan seluruh aspek hidupnya kepada Kristus.  Ada dosa-dosa tersembunyi yang belum dibereskan di hadapan Tuhan.  Ada hal-hal tertentu yang sulit diserahkan kepada tangan Tuhan yang kuat itu.  Marilah kita belajar dari ibu siro fenisia ini, sekalipun bukan orang Yahudi tulen, tetapi ia jadi orang Israel tulen: percaya kepada Kristus dan rendah hati.  Amin.

Facebooktwitterredditpinteresttumblrmail